Minggu, 30 Maret 2008

OPERA TANPA KATA

Pemain :

1. Penunggu

2. Sang Pencari

3. Lelaki

4. Perempuan

5. Aku 01

6. Aku 02

7. Orang asing

Fragmen 01

Terdengar suara langkah menderap keras-keras. Mendentum lantai, berulang-ulang ....berisik.

Penunggu : Hey, kunyuk ! apa kau tak punya pekerjaan lain selain menggangguku. Ini belum pagi benar, diamlah sejenak !

( langkah kaki itu masih terdengar jelas dan semakin jelas)

Penunggu : Diam kataku....diam ! bayanganpun belum hidup karena pagi belum bangun. Kenapa kau membangunkan aku ? ( teriak penunggu membuka selimut dan membuka mata dengan kesal...lalu menutup selimutnya lagi )

( derap langkah itu semakin dekat dan mengusik hari yang lelap )

Penunggu : Baik, baik ... ! kalau kau tak mau diam.katakan padaku apa maumu dariku.Apa aku harus membaca langkahmu yang sudah berjalan selama berabad-abad zaman .... saat sejarah mulai tertulis hingga adanya pembetulan dari manusia-manusia yang tak kalah busuknya dari bau badanmu yang menyengat seluruh ruang dijagad ini. Kau seharusnya berhenti barang sejenak .... basuh kakimu yang penuh dengan nanah, usap matamu yang telah melihat metamorfosa yang mengagungkan dan coba reguklah setetes air dalam mulutmu yang telah kering, badanmu hampir mati ....

Sang pencari : Aku tak pernah mati !

Penunggu : dan aku tak pernah bisa berhenti hingga kau melewatkan entah berapa kejadian dalam sekian detik tarikan napasmu dan sekian tutupan matamu, dan sekian tuli telingamu ..... dan kau tak luput dari kesalahan ..... Dosa ! yang kata manusia jadi patokan berapa tabungan dosa yang mereka kumpulkan untuk masuk ke neraka. Hahh, bajingan memang manusia-manusia itu. Begitu juga kau ! Diamlah .... Tuhan belum mengijinkanmu membangunkan aku hari ini. Sssst..... diam .......

Suasana kembali hening .... Penunggu membenahi letak tidurnya dan menutup mukanya dengan selimut.

Fragmen 02

Perempuan : Rapatkan bahumu padaku.

Lelaki : Karena hari sudah gelap ?

Perempuan : Tidak

Penunggu : Hahh, kutelan dalam-dalam syair busuk sore ini.

Perempuan : aku baik-baik saja

Lelaki : dan sekarang ?

Perempuan : lebih baik lagi ...

Lelaki : karena hari sudah gelap ?

Perempuan : tidak.

Lelaki : (menutup telinganya sambil menyanyi keras )

Perempuan : karena sajakku jadi bisu.

Lelaki : sajak ?

Perempuan : sajak adalah tanggal-tanggal di kalender, sajak adalah sebuah wajah, sajak adalah kejadian, sajak itu ....

Lelaki : Biarkan dingin bermain-main .... ( memeluk perempuan dari belakang)

Sang Pencari datang tergopoh-gopoh dan melihat sekeliling dengan mata selidik.

Penunggu : (bangkit) Oh, sang pencari ... kawanku ! Syair busuk itu ternyata kau. Apa kakimu tak lelah berjalan selama beratus-ratus tahun tanpa henti.

Sang pencari : Aku merasa melihat kebenaran di hadapanku. Maka itu aku selalu mengejar tanpa lelah. Apa kau sudah selesai menanyaiku ?

Penunggu : Tunggu ! Kau saja belum bertemu dengan makna. Begitu, kau langsung ingin menemui kebenaran. Makna lebih baik dari hakikat dan makna mengantarmu mendekti kebenaran.

Lelaki : Apa sajakmu masih bisu ?

Perempuan : Tidak lagi.

Sang pencari : kau bicara layaknya seorang penyair. ( mulai beranjak ) Oh ya, ingat kau bukan kawanku.

Penunggu : Oh ya ingat, aku juga bukan seorang penyair.

Lelaki : karena kau terlewat bisu....jadi harus ada yang bicara.

Penunggu : (menghampiri lelaki dan perempuan) Memangnya sedari tadi kalian sedang apa ?

Lelaki : wajah itu .... sajak itu .....

Perempuan : belum kutemukan.

Lelaki : sajak itu ada disampingmu.

Perempuan : Bukan. Kau bukan sajak itu. Sajak itu tak bisu jika jarak tak merapat. Utara – selatan, kau – aku ....

Lelaki : utara – selatan tak akan bertemu. Utara – selatan bukan kau – aku.

Perempuan : bertemu jika menghendaki.

Lelaki : yang hidup hanyalah Tuhan. Yang berkehendak .....

Penunggu : bangsat !! Tai asu ..... semprol !! Hentikan perbincangan tentang Tuhan. Hentikan. Ssst.....ssst...... ( menyilangkan telunjuk jari ). Tuhan ada tidak untuk diperbincangkan. Ssst....

Lelaki : Akulah sajakmu ... akulah sajakmu ....

Perempuan : jarak itu yang membuat pertemuan.( perempuan melepas pegangan tangannya )

Lelaki : aku akan menunggumu ....

Penunggu : Goblokk !!

Fragmen 03

Penunggu : katakan sesuatu

Orang asing : ....

Penunggu : jangkar-jangkar yang kau buat, menyisa di pagi buta. Sedang cahaya semburat mengendap tak ubah pelita di tengah badai ... katakan sesuatu !

Orang asing : ....

Penunggu : disana, tak akan temui siapa atau apapun selain Gibran yang minta sedekah pada moyangmu yang sakit sipilis. Jadi, siapa yang lebih pesakitan ? (menyeringai)

Katakan sesuatu !!

Orang asing : .....

Penunggu : jika kau menjawab dalam bisumu kalau kau sedang berpikir,maka akau akan tertawa. Ha...ha...ha...ketika kau berpikir maka aku tertawa. Ha...ha ...

Berpikirlah sampai tawaku tak terdengar oleh siapapun karena siapapun itu tak bisa mencapai tingkatanku.

Ha ....ha....

Orang asing : .....

Penunggu : hah, kau tahu apa ! Sekarang Kundera sedang menangis saking tak bisa berhenti tertawa. (perlahan menghentikan tawanya)

Ehm, Tuhan...

Orang asing : (dalam keheningan , terdengar gaung suara mendentum ruang waktu)

Kaupun tak bisa mengeja pikiranku, mendengar suaraku dan melihat wujudku.....karena kau belum sampai pada pencapaianku.

(sedang Sang Pencari berjalan melewati mereka dengan cepat. Lalu berhenti sesaat. Tertegun ....lalu berjalan lagi)

Fragmen 04

Aku 01 : (menyanyi keras dan berulang-ulang)

Aku 02 : apa kau gila ?

Aku 01 : tidak (lalu melanjutkan lagunya ...)

Aku 02 : engkau gila tapi kau mengatakan tidak gila.

Hey, apa kau gila ?

Aku 01 : tidak !

Aku 02 : pencuri tak akan bilang mencuri.

Aku 01 : aku sedang menyanyi. Dan aku sedang melagukan nyanyian bagi semua orang disini. Kau lihat khan.

Aku 02 : mereka tak tahu kau sedang menyanyi.

Aku 01 : kau lihat khan, mereka menatapku bagai menyambut kedatangan bayi-bayi yang lahir. Wajah-wajah yang masih suci.

Aku 02 : mereka hanya tahu kau sedang gila.

Aku 01 : dan aku adalah bayi yang lahir itu. Menunggu Tuhan yang sedang menyiapkan kantong-kantong dosa nantinya ketika aku besar. Bukankah ini saat yang tepat untuk menyambut lahirnya kudus tanpa cela.

Aku 02 : penyambutan yang salah.

Aku 01 : dan aku menyanyi untuk menyambut kedatangan suci ini. Mari-mari ikut menyanyi untukku. Aku akan menjadi penggembalamu...

Aku 02 : kau gila. Aku tidak gila. Dan aku tidak bodoh hanya untuk menyanyi bersama pesakitan sepertimu. Lihat mereka pergi.

Aku 01 : mereka pergi untuk kembali. Aku tak pernah punya rasa khawatir. Dan aku tak perlu mengharap mereka kembali.

Aku 02 : aku tak mengerti pikiran orang gila. Dia menganggap dirinya adalah kebenaran itu. Kehidupan tak beda dengan kematian dan kematian tak ubah dengan kehidupan. (menoleh padanya) bukankah kau adalah sebenarnya kesunyian itu, orang gila !

Aku 01 : ketika kau mengatakan itu, kesunyian sangat nyata padamu. Kau adalah kesunyian itu, kawan. Lihat dirimu, pandanglah wajahmu. Karena kau tidak sepertiku.

Aku 02 : ....

Aku 01 : kau lebih baik diam. Diam .... diam melebihi tempat sunyi yang lengang dan disitu kau temukan istana. Sebuah pesta... sebuah jamuan ....

Aku 02 : apa kau pernah kesana ?

Aku 01 : aku adalah kesunyian. Aku adalah istana itu. Aku adalah apa yang kau pikirkan. Aku adalah setiap orang dan aku mengenali dirimu seperti aku adalah dirimu.

Aku 02 : kau gila.....yah, kau memang gila !

Aku 01 : ( kemudian menyanyi kembali )

Fragmen 05

Sang pencari : aku baru saja melihat banyak lingkaran dan semakin kecil-semakin kecil menjadi sebuah titik. Dan aku menuju pada titik itu. Sebuah hakikat yang dari masa kemasa menjadi perbincangan diantara kalian dan kalian tak pernah menemukannya.....

(dengan berjalan bergegas dan kemudian berhenti tiba-tiba)

Tiba-tiba ..... aku ingin berhenti.

Penunggu : tiba-tiba ... tiba-tiba aku ingin kencing. Ha...ha...ha...

Lelaki : aku telah menulis puisi untukmu. Dengarkan :

....

pada aral di saat wajahmu kuseka,

daun luruh rasakan asih dua masa

pada emper laut kuteriakkan nama

ruangan jadi tertatih letakkan cinta disini

pada sela pembaringanku disisimu

adalah sebuah kejadian tak lekang ...

....

Perempuan : banyak orang yang menghabiskan sebagian besar waktu untuk mengais-ngais pahala dari sebuah kejadian bernama cinta. Aku tak mengerti...

Lelaki : kau takkan mengerti karena cinta tak punya wajah. Hanya jiwa dan hati yang yang bisa mengenalnya. Sedang kau tak punya keduanya.

Penunggu : hey, orang-orang....apa kalian mendengar suaraku, melihat wujudku dan patuhi ucapanku ?

Aku 02 : tak ada yang mau mendatangimu sejak tempat itu kau jadikan ruang menutup diri. Sebuah penyambutan yang salah.

Aku 01 : bukan salah dan benar !

Aku 02 : apa aku harus iri padamu karena aku tak sepertimu ?

Aku 01 : seharusnya itu perkataanmu sejak mula kali.

Penunggu : jadilah kalian kaleng-kaleng busuk ini, kaca-kaca pecah ini, got-got amis ini. Jadilah kalian sebuah cerita yang kusumpalkan pada mulutmu. Yah, pada mulut kalian !

( sang pencari, lelaki, perempuan, aku 01, aku 02 hanya melototi sang penunggu)

Penunggu : kalian ! kenapa kalian gemetar hanya melihat hujan deras mengguyur menerpa muka kalian. Mereka hanya bermain-main menyapa kita disini. Dengarkan... dengar bukan !

.....

mereka bernyanyi sambil mengolok-olok kalian. Bukankah ini hari yang menyenangkan. Wajahku berseri-seri ketika kutemukan wajah-wajah kalian menekuk dan mencari celah untuk lari dariku. Ha..ha...ha..aku lantang mengatakan bahwa kalian adalah hamba-hamba yang tersesat.( perlahan sang penunggu diam tercekat)

Sang pencari : Hah, kenapa kau tiba-tiba terhenyak kawan !

Penunggu : sejak kapan kau menganggapku sebagai kawan ?

Sang pencari : tiba-tiba sepi...tiba-tiba hampa...

Penunggu : tidak ada yang berhak bicara seperti itu.

( Sang Pencari, Lelaki, Perempuan, Aku 01, Aku 02 ....menatap pada satu titik : Orang Asing. Sedang penunggu cepat-cepat menghindar asal cahaya itu muncul )

Orang asing : tidak ada yang benar dan yang salah, sebuah sebuah titik yang pada kesekian hitungan kilometer sampai kembali kesini, aku telah mencapai titik itu. Yang terlihat, seperti aku melihat diriku sendiri. Pada kejadian aku menabik seluruh luka mereka dan kubiarkan tanganku kubasuh pada sesobek kain pemberian mereka.

Kau, kalian yang melihat wujudku, mendengar bisikanku ... beberapa hentakan langkah aku meninggalkan kejadian ini, kau akan melihat daun-daun jatuh tergenang air hujan di bak-bak tanpa aliran. Daun-daun itu adalah kalian ....

( sang pencari, lelaki, perempuan, aku 01, aku 02 mendekati arah suara yang menggaung itu )

Penunggu : kau bukan sajak perempuan itu, kau bukan nyanyian-nyanyian itu, kau bukan suara-suara itu, wujud-wujud itu dan kau bukan titik itu ...... keparat !

Hey. Jangan pegang tanganku. Lepaskan bajingan, semprol ... apa yang kalian lakukan padaku ! hentikan ... hentikan ... kalian adalah kaleng-kaleng karatan itu dan kalian ... tai asu !! AH...AH... aku adalah penunggu kalian. Aku takkan pernah mati. Aku takkan pernah mati. ( sang penunggu meronta, terhempas, tersakiti , seperti ada yang menyeretnya menuju arah suara itu

( sepi, hening ........ lampu black out )

s e l e s a i

2002

Tidak ada komentar: