Kamis, 22 Januari 2009

JOKO BODHO (KARYA KHUDORI)

Semua pemain sandiwara selain Joko Bodo masuk pentas, menari dan menyanyi. Begitu nyanyian berhenti:
I
1. ORANG 1 : Sobat-sobat ai tak mengerti, apa sih yan sedang you-you lakukan ini?
2. YANG LAIN : (saling bertanya tak mengerti)
3. ORANG II : (nyeletuk) Genah lagek seneng-seneng ngono kok!
4. YANG LAIN : (tertawa gembira) Betul, kita sedang suka-suka!
5. ORANG I : Oou…kenapa you suka-suka?
6. ORANG II : Suka-suka ya suka-suka, kok Tanya!
7. ORANG III : Tidak, ding! Wong anu, kok!
8. YANG LAIN : (bersama-sama) Apa?
9. ORANG IV : Ho-oh
10. YANG LAIN : (bersama-sama) Apa?
11. ORANG II : Itu lho!
12. YANG LAIN : (bersama-sama) Ha …iyya apa?
13. ORANG III : Anu!
14. YANG LAIN : (bersama-sama) Anu…Apa?
15. ORANG IV : Peryaan, perayaan!
16. YANG LAIN : (bersama-sama) Nhaaa, perayaan-perayaan!
17. ORANG I : Ouu….perayaan? perayaan apa?
18. ORANG II : O tuyul! Lama-lama saidara ini kok menjengkelkan! Saudara mau apa?
19. ORANG III : Orang mana sih?
20. ORANG II : Saudara dari mana?
21. ORANG I : Maafin ai, kalau…
22. ORANG II : Hiyya, saudara dari mana?
23. ORANG I : Tapi ai, betul-betul tidak mengerti tentang apa yang you-you lakukan…
24. ORANG II : Lha iyya, tapi saudara dari mana?
25. ORANG I : Tapi ai, betul-betul tidak mengerti tentang apa yang you-you lakukan…
26. ORANG II : Lha iyya, tapi saudara dari mana?
27. ORANG I : Ai orang asing end…
28. YANG LAIN : (saling berpandangan) Orang asing?
29. ORANG I : Kedatangan ai kemari adalah untuk melihat dari dekat keaslian alam negeri you and untuk melihat kebudayaan you yang masih murni, belum dijamah teknologi canggir seperti Negara ai…
30. YANG LAIN : (heran) Wooo…
31. ORANG III : Turis dia !
32. ORANG IV : Landa, landa kuwi!
33. ORANG II : Landa kok ireng!
34. ORANG III : Tur cilik!
35. ORANG I : Ai bukan turis, ai orang Indonesia!
36. YANG LAIN : (kaget) Elho!
37. ORANG III : Orang Indonesia?
38. ORANG I : Betul!
39. ORANG III : Bukan manusia Indonesia?
40. ORANG I : Oh no !
41. ORANG III : Kalau begitu, kita ini bukan di Indonesia?
42. ORANG IV : Bukaaan!
43. ORANG III : Elho...! di mana?
44. ORANG IV : Haesembuh, pokoke ora neng Idonesia!
45. YANG LAIN : Akur!
46. ORANG II : E, Mas, apa betul Negara situ sudah maju?
47. ORANG I : Sudah ! Negara ai termasuk negara teknologi yang paling maju di planit bumi ini!
48. ORANG II : Elho, ini tahun berapa sih?
49. ORANG III : Tahun enam ribu enam ratus enam puluh enam!
50. ORANG II : O, hiya, ya pantas!
51. ORANG III : Pantas apanya?
52. ORANG II : Pantas, Indonesia sudah menjadi negara paling maju di planit bumi!
53. ORANG III : Kenapa?
54. ORANG II : Karena Negara-negara lain yang lebih maju seperti Amerika dan Rusia sudah pindah alamat ke plaet Mars, Yupiter, Aquarius…
55. ORANG IV : Lho, kenapa Negara kita kok masih seperti ini?
56. ORANG III : Lho, emangnya seperti ini jelek?
57. ORANG II : (kepada orang III) Diam!!
(kepada orang I) Apa maksud saudara dengan mempertanyakan tingkah laku kami? Sedangkan kami sendiri tidak pernah mempertanyakannya?
58. ORANG I : Demi Alloh. Ai tidak bermaksud jahat terhadap you-you sekalian. Pertanyaan-pertanyaan ai adalah terlahir dari ketertarikan ai kepada kebudayaan you! Sekali lagi maafin ai kalau menyinggung perasaan you!
59. ORANG II : (TERTAWA) Ooo, begitu! Saya kira Saudara tukang rekening bank dunia! Tapi Saudara bukan tukang rekening, to?
60. ORANG I : (TERTAWA) Bukan dong!
61. ORANG II : (TERTAWA) Nah, kalau begitu, selamat datang di negeri kami yang subur dan damai ini….
62. ORANG I : Terima kasih! Terima kasih! Sekarang bolehkah ai bertanya tentang hal ihwal kebudayaan you?
63. ORANG II : O… Boleh..boleh!
64. ORANG I : Terima kasih ! ai mendengar selentingan tadi, bahwa you-you sedang mengadakan perayaan. Nah, yang mau ai tanyakan perayaan apakah itu?
65. ORANG II : Ya, perayaan apa, saudara-saudara?
66. YANG LAIN : (BERSAMA-SAMA) Perayaan hari kematian bekas raja kami.
67. ORANG I : Ooo, aneh sekali, raja mati kok diperingati dengan suka-suka
68. ORANG III : Iyya dong, habis raja kita brengsek kok!
69. ORANG I : Brengsek? Ngapain?
70. ORANG III : Raja kita kapir, tak percaya akan adanya Alloh. Raja kita kejam, rakyat tak boleh memuji Tuhan
71. ORANG I : Ooo, jadi raja kalian komunis?
72. ORANG III : Wah, sorry mas, kami tak kenal istilah asing! Kami hanya tahu raja kami kapir dan kejam. Titik ! Sekarang raja telah mati, rakyat suka-suka!
73. ORANG I : Jadi you-you sekarang tak punya raja?
74. ORANG III : Wah, Sorry mas, kami tak tahu pasti! Tapi kami mendengar kabar bahwa raja kami sekarang lumayan. Raja kami kapir dan kami boleh memuji Tuhan. Lebih dari itu kami tak tahu. Kami tak mengerti tentang politik, kami hanya tahu bahwa kami boleh bekerja, mengolah tanah, panen, dan bersenang-senang.
75. ORANG I : Oke..oke! menarik sekali! Bolehkah saya ikut bersenang-senang dengan you?
76. ORANG III : BOLEH DONG!
77. ORANG IV : Kami terima dengan senan hati!
78. ORANG I : terima kasih!
79. ORANG II : saudara-saudara, kita kedatangan seorang saudara. Marilah kita sambut dengan gembira.

Seluruh pemain menyanyi dan menari. Setelah lagu berhenti, muncul Joko Bodo.
2.
80. JOKO BODO : Fantastis!
81. ORANG II : Apanya yang fantastis?
82. JOKO : Perayaan ini dong!
83. ORANG II : Kenapa?
84. JOKO : Aneh
85. ORANG II : Lho kok aneh?
86. JOKO : Wong hari kematian raja kok diperingati dengan suka-suka!
87. ORANG III : Elho, kematian raja kapir berarti kemerdekaan bagi orang-orang yang berTuhan.
88. ORANG IV : Iyya, dong!
89. JOKO : Wah, kalau begitu, aku sudah datang sejak tadi, dong!
90. ORANG IV : Hai, Jok, dari mana kamu?
91. JOKO : ADA deh..!
92. ORANG III : Idiiiih, Joko jual mahal!
93. ORANG II : Mbok jangan mahal-mahal, Jok!
94. ORANG IV : Ho-oh, Jok. Mbok jual murah saja! Nanti nggak laku lho!
95. ORANG III : Jok, dari mana, sih, kamu?
96. JOKO : Pokoknya syiip!
97. ORANG III : Alaaa, Joko! Bilangin aku dong!
98. JOKO : Enggak, ah!
99. ORANG IV : Alaaa, Joko jelek!
100. ORANG II : Joko gombal!
101. ORANG III : Tidak ding, Joko ganteng kok!
102. JOKO : (seneng) Betul?
103. YANG LAIN : Betul! Betul!
104. ORANG III : Nah, betul kan? Dari mana sih kamu?
105. JOKO : Ah, kau ini pingin tahu saja!
106. ORANG III : Bilangin dong, Jok!
107. JOKO : Baiklah, tapi ada syaratnya lho!
108. YANG LAIN : (serentak) Apa?
109. JOKO : Itu tadi
110. YANG LAIN : Yang mana?
111. JOKO : Itu lho, yang terakhir!
112. YANG LAIN : Terakhir mana?
113. JOKO : Ah, itu lho yang membuat saya senang
114. YANG LAIN : Yang mana?
115. JOKO : (malu-malu) ganteng!
116. YANG LAIN : (serentak) Ooooo, itu?
117. ORANG III : Jadi kamu minta dipuji?
118. JOKO : (mengangguk senang) Ho-oh!
119. ORANG II : Kalau sudah dipuji mau cerita?
120. JOKO : Iyya!
121. ORANG IV : Awas kalau tidak!
122. ORANG III : Nah, saudara-saudara, ternyata kawan kita Joko yang terkenal bodo ini minta dipuji dan dia berjanji akan membuka rahasianya kalau sudah dipuji. Nah, marilah beramai-ramai memuji!
123. YANG LAIN : (berteriak-teriak) Joko ganteng, tampan, cakep, top, nomer satu (dsb)
124. JOKO : (kaget, menutup kuping)
125. ORANG III : Bukan begitu ceritanya. Kita harus memujinya satu demi satu. Kita harus berbaris. Nah, kita mulai. Awas. (para pemain berbaring di belakang orang I, II) Hyak!
(Barisan jalan)
126. ORANG III : (di depan Joko) Jok, kamu cakep, deh!
127. ORANG IV : Kamu pintaaaaar sekali!
128. ORANG II : Kamu ngetop!
(dan seterusnya, semua memuji Joko, keren, genit, handsome, hot, asyoi, sampai habis. Joko senang sekali)
129. ORANG III : Nah, sekarang berceritalah!
130. ORANG IV : Awas kalau ingkar!
131. JOKO : Baiklah, menaklukan setan itu amat gampangnya!
132. YANG LAIN : Elho?
133. ORANG IV : Awas kalau ngibul!
134. JOKO : Seekor setan terbenam di sawahku…
135. ORANG IV : Hayo..hayo…ngapusi!
136. ORANG II : Diam! Hargailah orang yang sedang bicara. Ketika itu aku sedang bekerja di sawah. Sawahku berubah menjadi dataran beton. Cangkulku pecah menjadi tiga… lalu perutku sakit sekali. Aku berguling-guling di tanah.
137. ORANG IV : Coba, tirukan bagaimana kamu berguling-guling tadi?
138. JOKO : Emm, bombongan… ha, wegah!
139. ORANG III : Terus, Jok. Terus?
140. JOKO : Tapi aku ingat pesan Emak. “Wahai Joko Sanakku. Buatlah dirimu bekerja agar hidupmu aman sentosa!” maka seketika itu juga aku menghujamkan cangkulku ke tanah dengan sekeras-kerasnya……..
141. ORANG IV : Crot!
142. JOKO : Aneh.. cangkulku tak bisa dicabut. Aku ingin tahu, apakah yang menahannya itu. Maka ku masukkan tanganku ke dalam tanah dan Ya Alloh!
143. ORANG III : Apa, Jok, apa?
144. JOKO : Setan itu empuk kenyil-kenyil dan merah kehitama seperti cacing tanah, tapi pandai berkata-kata..
145. YANG LAIN : Iiii…. Nggilani!
146. ORANG IV : Nah, mulai ngibul!
147. ORANG II : Awas, ndobos: jotos!
148. ORANG III : Lho, kok tahu kalau itu setan!
149. JOKO : Habis makhluk apakah yang ketakutan mendengar nama Alloh kalau bukan setan?
150. ORANG II : Ya, ya, betul, terus?
151. JOKO : Setan itu hendak kulecurkan di mata cangkulku, tapi meratap minta dikasihani. Katanya: di akherat kelak tinggalnya di neraka, jadi di dunia jangan hendaknya dia disiksa pula! Lalu dia berjanji akan memberikan apa saja yang ku minta agar aku bersedia melepaskannya. Aku bilang, perutku sakit sekali, ku minta dia mengobati. Maka dari duburnya keluarlah sebuah benda mula-mula kecil, makin lama makin besar. Ternyata sebuah akar bercabang tiga. Barang siapa makan sebuah saja, demikian katanya, sakitnya akan sembuh seketika. Maka ku cobalah petunjuknya, dan ajaib? sakitku hilang seketika! Setan itu meratap lagi, memohon agar aku melepaskannya. Aku menjadi jengkel. Ku banting dia sambil ku berkata: “Pergilah karena Alloh! “ Seketika itu juga setan itu terbenam dan tak muncul-muncul pula. Ah, saudara-saudara, bukankah menaklukan setan itu amat gampangnya?

Musik berbunyi. Pemain menyanyi dan menari. Setelah berhenti, muncul seorag Pembawa wart (PW)
3.
152. PW : Saudara-saudara, dengarlah, ada berita penting!
153. YANG LAIN : (saling bertanya-tanya)
154. ORANG IV : Berita apa bung?
155. PW : Putri raja kita jatuh sakit
156. YANG LAIN : Ooooo…..
157. ORANG IV : Paling-paling disuruh layat!
158. ORANG II : Ho-oh! Mbok berita yang lain saja, Mas!
159. PW : Tidak bisa! Wong berita kok dinyang! Ini penting lho!
160. YANG LAIN : Wuuuuu…….
161. ORANG III : Kayak gitu penting! Lalu yang tidak penting kayak apa?
162. ORANG IV : Ho-oh, Hayo!
163. ORANG III : Mas, mbok bikin berita sensasi saja! Misalnya: bayi yang kepalanya sebesar bola ping-pong!
164. YANG LAIN : (tertawa)
165. PW : Diam! Diam! Saya ini utusan raja, lho! Tahu?
166. YANG LAIN : Tidaaak!
167. PW : Ooooo, kirik! Saya ini pegawai negeri!
168. ORANG IV : Hhora wedi!
169.PW : Wela, Saya ini tentara!
170. YANG LAIN : Woooo.
171. ORANG III : Memper!
172. ORANG II : Harnetnya mana, mas?
173. ORANG IV : Harnet-harnet, Banyonet goblog!
174. ORANG II : Ho-oh, Jonet!
175. PW : Diam! Ini berita penting!
176. ORANG IV : Cepat katakana! Pentang-penting ra uwis-uwis!
177. PW : Putri raja kita jatuh sakit dengan kerasnya. Obat sudah bertimbun-timbun dan berpuluh tabib datanng mengobati, tapi sang Putri tak kunjung sembuh jua. Maka dengan ini diumumkan…
178. ORANG IV : Wah, ini musti sip!
179. ORANG II : Diam!
180. YANG LAIN : Diam! Diam! Diam!
181. PW : Diaaaaaam! Dengan ini diumumkan bahwa raja kita mengadakan sayembara!
182. ORANG IV : Tepat dugaanku!
183. PW : Barang siapa dapat menyembuhkan sakit si Putri maka…
184. ORANG IV : Hadiahnya apa, Mas?
185. PW : Harta yang amat banyak!
186. ORANG II : Hanya itu?
187. PW : Di samping itu…oh ya, sayembara ii terbuka untuk umum, baik laki-laki maupun perempuan….
188. ORANG III : (antusias) Benar?
189. PW : (sopan) benar Nona!
190. ORANG III : Wah, syip!
191. ORANG II : Inilah adil namanya!
192. ORANG IV : Hadiahnya?
193. PW : Diangkat menjadi kerabat raja!
194. ORANG IV : Alias P R I Y A Y I !
195. ORANG II : Ha mbok dadi wong biasa wae!
196. ORANG IV : Iyya, mas jadi kerabat raja itu sulit lho!
197. PW : Diaaam! Kalau laki-laki dia akan dijadikan suami sang Puteri, kalau perempuan akan dijadikan saudaranya!
198. YANG LAIN : Oooooo….
199. PW : Sekian, harap maklum!
200. YANG LAIN : Uuuuu… Gombal!

Musik berbunyi. Sang Pembawa warta pergi diikuti oleh seluruh pemain. Tinggal Joko Bodo dan emaknya.
4.
201. EMAK : Nah, Joko, kau dengarkan berita itu?
202. JOKO : Aku tak ingin jadi menantu raja, kok mak!
203. EMAK : (tertawa) Apakah engkau tak suka menolong sesama manusia?
204. JOKO : Tentu, bukankah Emak sendiri yang mendidikku agar suka menolong sesama manusia?
205. EMAK : Nah, apakah engkau tidak merasa kasihan kepada putri raja itu?
206. JOKO : Kasihan sekali, Mak, tapi bagaimana aku menolognya, sedang aku sangat bodoh?
207. EMAK : (tertawa) Engkau ini pelupa benar. Joko bukankah engkau masih menyimpan akar pemberia setan itu? Kalau emak tak salah, akar itu masih dua, bukan?
208. JOKO : O, iyya, Mak! Oh, tapi tinggal satu, Mak!
209. EMAK : Elho, tadi kan masih dua!
210. JOKO : Oooo, ingat aku! Yang satu sudah ku pakai untuk menyembuhkan kucing tetangga, mak!
211. EMAK : Ya sudah! Tapi yang satu masih, bukan?
212. JOKO : Masih, mak!
213. EMAK : Nah, tolonglah anak raja itu!
214. JOKO : Tapi aku tak ingin jadi menantu raja, Mak! Jadi menantu raja itu celaka! Tak boleh bekerja di sawah, tak boleh bercanda dengan jangkerik dan kodok!
215. EMAK : Jangan pikirkan kalau jadi menantu raja, Joko! Tapi pikirkanlah kesembuhan anak raja itu! Kalau sudah terlaksana, gampang saja, Joko, semua bisa diatur!
216. JOKO : Mmmmm, baiklah, mak!

Joko dan Emak mulai melangkah. Tiba-tiba muncul seorang anak kecil berlarti-lari. Musik titir.
5.
217. ANAK KECIL : Tuan Jokooo! Tuan Jokoooooooo!
(tiba di hadapan Joko dengan terenah-engah)
218. AK : Tuan….
219. EMAK : Ada apa, ngger!
220. AK : Tuan, ibuku sakit tuan! Tubuhnya kejang-kejang. Tolonglah kami…
221. JOKO : Baiklah!
222. EMAK : (marah) Joko ingat! Kau harus menolong anak raja itu!
223. JOKO : Tapi aku harus menolong tetangga, mak!
224. AK : Tuan…
225. EMAK : (kepada anak kecil) Sial! Tadi kucigmu yang sakit! Sekarang ibumu! Mau kau rampas semua ya akar Joko!
(kepada Joko) penting mana anak raja dengan perempua tetangga?
226. JOKO : Ampun mak, aku ini bodoh! Bagiku! Lebih penting perempuan tetangga.
(kepada anak kecil) nak, suruhlah ibumu makan akar ini!
227. AK : Terima kasih, Tuan! (pergi)
228. EMAK : Ooooo, tak ku sangka demikian luhur budi anakku! Alloh, ampunilah hambamu yang busuk ini!
229. JOKO : Ampunilah aku, mak! Telah mengecewakan Emak!
230. EMAK : Tidak, anakku! Engkau tidak mengecewakan Emak! Engkau anak yang luhur, Joko! Lebih baik kau hidup di sini sebagai petani daripada hidup di kota sebagai anak raja.
231. JOKO : Tapi, mak, bukankah putri itu mesti ditolong?
232. EMAK : (kaget) Katanya tidak penting, Joko?
233. JOKO : Bukan tidak penting, Mak, hanya kurang penting disbanding perempuan tetangga!
234. EMAK : Lantas, dengan apa akan kau tolong anak raja?
235. JOKO : Dengan nama Alloh, Mak!
236. EMAK : (kaget) sekali laig aku tak menyangka anakku semulia ini! Terima kasih, Alloh, bahwa engkau telah menganugerahi kami anak yang saleh, biarpun pandir!

Joko dan Emak mundur, diiringi musik.
II
Muncul raja setan diiringi musik.
237. RAJA SETAN : Ini sungguh terjadi di jaman edan! Seorang orang pandir berhasil menduduki tahta kerajaan. Mula-mula ia anak desa. Karena lurus hatinya, ia berhasil menaklukan setan, ialah rakyatku yang tinggal satu. Rakyatku memang goblog! Diberinya Joko sebatan akar. Akar itu adalah obat paling mujarab. Lalu anak raja sakit. Raja mengadakan sayembara. Barang siapa dapat menyembuhkan sakit putrinya akan diambil menantu raja. Lalu raja mati. Joko jadi penggantinya. Sekarang Joko jadi raja. Inilah edan namanya! Namun bukan itu saja yang membuat aku menaruh dendam. kerajaanku telah dihancurkannya! Satu demi satu rakyatku ditumpasnya, hingga akhirnya tinggal aku seorang diri. Ini penghinaan namanya! Ini tak boleh terjadi! Joko, kamu memang hebat! Tapi aku tak gentar! Joko, tunggulah kehancuranmu!

III
Prabu Joko Bodo dan permaisuri muncul diikuti oleh seluruh rakyatnya dengan bernyanyi-nyanyi. Seluruh rakyat mengelilinginya. Ketika nyanyian selesai.

238. JOKO : Wahai, kalau tahu beginilah rasaya menjadi raja, tak maulah aku menjalaninya!
239. PERMAISURI : Kenapa? Kenapa Joko?
240. JOKO : Badanku mulai gendut! Dan aku tak bisa tidur!
241. PERMAISURI : Kau memang aneh! Selagi orang merindukan jabatan raja, engkau menyesalinya!
242. JOKO : (tak peduli)
Alloh,
Aku rindu sawah-sawah,
Aku rindu lautan padi,
Aku rindu gunung-gunung
Aku rindu sungai-sungai
Aku rindu pohon-pohon
Aku rindu jangkerik, kodok, dan belalang
Aku rindu kampun halaman
Aku rindu Emakku yang tua
Alloh,
Aku anak desa
Aku dibesarkan di desa
Aku selalu hidup dalam tenang dan damai
Sekarang aku hidup di kota
Di antara gedung-gedung tinggi, debu jalanan, dan bising kendaraan
Alloh,
Di tengah keramaian ini
Aku merasa sepi
Alloh,
Aku tak tahan
Aku muak dengan pakaian kebesarannya ini!
(Joko mencopot pakaian kebesarannya dan berkata kepada istrinya)
Istriku, Aku ingin mencangkul dan menyabbit rumput!
243. PERMAISURI : Joko, bukankah engkau ini raja?
244. JOKO : Betul, aku raja, tapi raja juga perlu makan, bukan?
245. PERMAISURI : Tapi makanan selalu tersedia, Joko?
246. JOKO : Dari mana makanan itu?
247. PERMAISURI : Dari rakyat!
248. JOKO : Nah, itu maling namanya! Ketahuilah Emakku selalu berkata: “Joko anakku, buatlah dirimu bekerja, agar hidupmu aman sentosa.” Tidak! Aku tidak mau ongkang-ongkang di atas singgasana! Aku harus bekerja!
249. PERMAISURI : Oh, Joko, jika itu kehendakmu, aku akan mengikutimu!
250. JOKO : Kau boleh duduk di atas singgasana jika engkau suka!
251. PERMAISURI : Tidak! Aku mengerti jiwamu!
252. JOKO : Benarkah itu?
253. PERMAISURI : Sumpah!
254. JOKO : Itulah setia namanya!

Sang Permaisuri menyingsingkan lengan bajunya. Musik bunyi. Joko dan seluruh rakyatnya bergerak dalam kerja.
2.
255. PUNGGAWA : Tuanku Joko!
256. JOKO : Jangan panggil aku Tuan!
257. PUNGGAWA : Lalu kami harus panggil apa?
258. JOKO : Namaku Joko! Panggil saja namaku!
259. PUNGGAWA : Baiklah Joko!
260. JOKO : Nah, baguuuus!
261. PUNGGAWA : Seseorang ingin menghadap engkau
262. JOKO : Waaaah, tak usah resmi-resmian. Suruh saja ia langsung kemari!
263. PUNGGAWA : (berteriak) Jendraaal, kemarilah!

Musik bunyi. Muncul raja setan menyamar sebagai seorang Jendral.
264. JENDRAL : (menghormat) Salam sejahtera bagi baginda Raja Jaka yang bijaksana!
265. JOKO : Wahai, siapakah saudara?
266. JENDRAL : Ijinkanlah saya memperkenalkan diri! Saya adalah seorang Jendral professional. Pekerjaan saya adalah: mengajarkan ilmu politik dan strategi pertahanan keamanan nasional!
Saya telah menjadi dosen tamu di berbagai Negara. Dan setiap Negara yang pernah saya pegang, tumbuh menjadi Negara yang hebat. Serangan dari luar negeri: mendal! Pemberotakan dari dalam negeri: padam! Nah, saya melihat, Negara Tuan ini belum memiliki tentara. Padahal Negara tuan adalah Negara yang besar dan kaya. Kekayaan Negara tuan sungguh membikin ngiler Negara-negara lain. Setiap saat mereka dapat menggarong Negara tuan dan merampas kekayaan Tuan habis-habisan. Nah, saya menganjurkan, agar Tuan membentuk pasukan tentara. Saya sendiri sanggup menanganinya.
267. JOKO : Wah, pikiran saudara bagus juga. Baiklah: anjurkalah mereka untuk jadi tentara! Jangan lupa: ajarilah mereka bermain musik dan menyanyikan lagu-lagu merdu, sebab aku suka mendengarkannya!
268. JENDRAL : Terima kasih atas kepercayaan Tuanku kepada saya.
(lalu kepada rakyat Joko)
Saudara-saudara, bersama ini saya umumkan bahwa pemerintah Negara kita membuka kesempatan untuk saudara-saudara yang berminat menjadi tentara. Barag siapa bersedia menjadi tentara, dia akan memperoleh hadiah, yakni: segelas susu setiap pagi dan sebuah topi antipeluru.
269. ORANG IV : Wuuu, tak usah jadi tentara. Datanglah ke rumahku, ku beri kau seember susu!
270. ORANG III : Topinya buatan mana, mas?
271. ORANG II : Tak usah kau beri, kami sendiri padai membuat topi. Lagi pula untuk apa topi antipeluru? Kami lebih cocok memakai topi antihujan dan matahari. Caping dari bambu yang diberi warna-warni, itu lebih indah dari topi antipeluru.
272. JENDRAL : (marah, menghadap Joko)
Tuan, memang bodoh semua! Tak seorangpun bersedia manjadi tentara. Padahal tentara itu bagus masa depannya. Ini tak boleh terjadi, oleh karena itu, Tuan harus memerintahkan mereka dengan ancaman.
273. JOKO : (tertawa) Baiklah, perintahkanlah mereka!
274. JENDRAL : Saudara-saudara, saya minta peraturan ini ditaati. Barang siapa tidak bersedia menjadi tentara, maka ia akan dihukum mati oleh raja.
275. ORANG IV : Elho, peraturan apa ini?
276. ORANG III : Ini namanya tidak demokratis!
277. ORANG II : Kalau sudah jadi tentara lantas gimaa, mas. Bukankah semua tentara itu akan mati dibunuh juga?
278. JENDRAL : Betul, saudara!
279. ORANG II : Nah, kami tak mau menurut! Dari pada mati di medan perang, lebih baik mati dalam rumah tangga. Di kampung halaman kami sendiri. Kami ingin mati dengan cara sepatutnya.
280. JENDRAL : Kalian goblog semua! Apabila kalian menjadi tentara, masih ada harapan untuk terlepas dari maut. Tapi jika kalian tak mau jadi tentara, kalian akan mati dibunuh oleh Raja Jaka.
281. ORANG III : Elho, kok aneh!
282. ORANG IV : Coba kita tanyakan kepada Raja Jaka.
283. YANG LAIN : (bersama-sama) Wahai, Jaka, Raja kami, benarkah perkataan orang asing ini?
284. JOKO : (tertawa) Kalian inni apa padir semua? Bagaimana mungkin aku seorang diri akan membuuh kalian sebanyak itu? Jika aku sendiri tiada pandir, niscaya dapatkah aku menerangkan perkara inii kepadamu. Sekarang aku sedirian tidak megarti akan hal ini.
285. YANG LAIN : Kalau begitu, tetaplah kami tidak mau!
286. JOKO : (tertawa) Bagus, jangan mau!
287. JENDRAlL : Rakyat Tuan memang goblog semua1 Persis seperti rajanya!
Jendral pergi diiringi musik. Rakyat tertawa.
288. ORANG III : Joko, raja kami.
289. JOKO : Ya, ada apa?
290. ORANG III : Bagaimana kalau oran asingg tadi marah?
291. JOKO : lho, itu kan haknya?
292. ORANG III : Maksud saya, kalau dia lalu menghasut raja lain untuk menyerang kita?
293. JOKO : Jika jawaban orang pandir yang kau ignkan, beginilah isiya: biarkan semua terjadi secara spontan, tak perlu kita rencaakan saja kepada Tuhan!
Datang Punggawa berlari-lari
294. PUNGGAWA : Joko, raja kami.
295. JOKO : Wahai, ada apa, kawan?
296. PUNGGAWA : Kita diserang!
297. ORANG III : Nah, betul kataku, bukan?
298. JOKO : Baiklah! Biarkan mereka datang!

Musik bunyi. Datang sepasukan tentara. Lima orang jumlahnya. Mereka menyerang. Rakyat menghindar.

299. TENTARA I : Hei, Bung, mana tentara kalian?
300. ORANG IV : Harap maklum, kawan, kami tak punya tentara!
301. TENTARA I : Elho, inilah berita paling ganjil yang pernah kudengar. Egara kok tak punya tentara. Lha kalau diseran bagaimana?
302. ORANG IV : Sorri saja, Mas, kami tak kenal serang-menyarang!
303. TENTARA I : Jangan-jangan, raja pun mereka tak punya!
304. ORANG II : kalau raja, kami punya Mas!
305. TENTARA I : Mana? Mana raja kalian? Maa? Biar kupecahkan kepalaya!
306. ORANG II : Ayo Jok, maju JOk!
Joko Bodho maju.
307. ORANg II : Inilah raja kami
308. TENTARA I&2 : (berpandangan, tertawa)
309. TENTARA I : Raja kok kaya gini ya!
310. TENTARA II : Ho-ho ndesit banget
311. JOKO : Lha menurut saudara bagaimana?
312. TENTARA I : (bengong)
313. ORANG II : Modar kowe!
314. ORANG III : Wuuu, tentara gombal!
315. JOKO : Apa maksud kedatangan Saudara kemari?
316. TENTARA I : Kami mau berperang!
317. JOKO : Perang melawan siapa?
318. TENTARA I : Ya, melawan negara Saudara!
319. JOKO : Negara kami tak punya tentara!
320. ORANG III : Peranng dengan angina saja, Mas!
321. TENTARA I : (bengong)
322. JOKO : Apa maksud kedatangan saudara?
323. TENTARA I : Kami tak bermaksud jahat!
324. JOKO : Lho, kenapa Saudara membawa bedil?
325. ORANG II : Sokor…Kapokmu kapan
326. ORANG III : Judeg! Mumet!
327. TENTARA I : Aku tak tahu! Aku Cuma diperintah oleh raja!
328. ORANG III : Kok kayak robot, ya?
329. JOKO : Saudara, kalau sekirannya kehidupan Saudara di negeri saudara tidak baik, tinnggallah di sini bersama kami. Atau jika sekiranya saudara ingin, angkutlah barang-barang kami yang sekiranya berguba bagi Saudara! Kami senang membuatya, kok! Sungguh!
330. ORANG IV : Betul, Mas. Raja kami tidak bohong!
331. JOKO : Bagaimana,, Sudara?
332. TENTARA I&II : (Bingung)
333. TENTARA I : Kami tidak tahu! Kami akan pulang!
334. ORANG III : Pulang saja, Mas, ngurusi anak bini!
335. TENTARA I : Sontoloyo!



Musik buyi. Tetara pergi.

336. PUNGGAWA : Joko, Pemimpin kami!
337. JOKO : Ada apa Saudara?
338. PUNGGAWA : Ada seorang saudagar ingin menghadap engkau!
339. JOKO : Suruh saja kemari!
340. PUNGGAWA : (berteriak) Wahai, Saudagar, kemarilah! Raja kami mempersilakan Anda!

Musik bunyi. Raja setan yang semyamar sebagai Saudagar muncul.

341. SAUDAGAR : Salam sejahtera bagi Joko, raja yang bijaksana!
342. JOKO : Elho, kok saya seperti pernah melihat Saudara?
343. SAUDAGAR : Belum saja!
344. JOKO : lho, Cuma kayaknya! Kalau belum, ya tidak apa-apa! Saudara siapa?
345. SAUDAGAR : Ana saudagar dan ingin mengunjungi Negara Ente1
346. JOKO : O, silahkan!
347. ORANG IV : Awas lho. Jangan bikin gara-gara!
348. ORANG III : Kayaknya dia ini kok yag dulu mengaku Jendral proofesional, ya?
349. SAUDAGAR : Ana ingin berbuat baik pada rakyat Ente dan ingin mengajarkan ilmu dagang.
350. JOKO : Wah, itu bagus namanya. Silahkan bicara!
351. SAUDAGAR : Ente-ente sekalian. Ana ingin mengajak ente meningkatkan ekonomi negara ente 1
352. ORANG IV : Us!
353. SAUDAGAR : (Suara meninggi) Hai, ente, kehidupan ente ini tak ubahnya dengan kehidupan babi di hutan. Ana datang untuk mengajar: bagaiman caranya manusia hidup!
354. ORANG IV : Us!
355. SAUDAGAR : lebih dahulu ana ingin mengajar ente, bagaimana menjual barang. Misalnya ente punya kerbau, sedangg ana butuh kerbau itu, maka ana bisa mendapatkan kerbau itu dengan pulus semacam ini.
(menunjukkan mata uang logam)
356. ORANG IV : Wah, kok bagus, ya?
357. ORANG II : ya, itu bisa untuk permainan anak kita!
358. SAUDAGAR : Bukan, Saudara! Fulus itu bukan untuk mainan. Fulus itu untuk membeli.
359. ORANG III : Membeli? Membeli bagaimana?
360. SUDAGAR : Fulus ini biisa ditukar rumah, kerbau, ayam dan sebagainya. Semua bisa dibeli dengan fulus.
361. ORANG IV : Elho, uang ditukar dengan kerbau, lalu dengan rumah, dengan ayam….
362. ORANG II : Wah, pusing aku!
363. ORANG III : Kalau Cuma untuk itukami tak perlu uang, Mas!
364. ORANG IV : Iyya, Mas, uang tak perlu bagi kami! Kami bisa mendapatkan sesuatu dengan tukar menukar.
365. SAUDAGAR : (jengkel) Wah, memang gebleg semua!
Sia-sia saja ana mengajari ente berdaganng!(kepada Joko) Tuan, rakyat ente memag bodoh semua. Daripada buang-buang waktu dan tenaga untuk mengurusi ente, lebih baik mengurusi diri sendiri.
366. JOKO : (tertawa) lho, kami toh tidak meyuruh Saudara mengajari kami. Ajarilah diri kamu sendiri.
367. SAUDAGAR : Sialan!

Saudagar pergi. Iringan musik.
368. PUNGGAWA : Joko, raja kami, seseorang asing telah datang ke rumah kami. Kelakuannya aneh sekali.
369. JOKO : Anehnya bagaimana?
370. PUNGGAWA : Seoorang tuan berpakaian bagus datangg kepada kami minta makan dan minum. Lalu kami beri dia karena Alloh. Tapi demi mendengar nama Alloh itu, lari ketakutan dia!
371. ORANG III : Suruh dia kerja dong!
372. PUGGAWA : Wah, tidak mau dia!
373. ORANG III : Wo lha itu repot namanya!
374. PUNGGAWA : Nah, Joko, bagaimana kami harus bertindak untuk menolongnya, agar dia tidak mati kelaparan?
375. JOKO : Bagaimana saudara-saudara?
376. ORANG IV : Begini saja, Mas! Berilah saja dia makan minim tapi tak usah sampeyan menyebut nama Alloh1
377. ORANG III : Ho-oh Mathuk kuwi!
378. PUNGGAWA : tidak bisa!
379. ORANG III : Kenapa?
380. PUNGGAWA : Bertentangan dengan undang-undang!
381. ORANG IV : Undang-undang yang mana?
382. PUNGGAWA : Barang siapa kasar telapak tangannya boleh diberi makan. Barang siapa tidak kasar diberi sisa-sisa saja!
383. ORANG IV : Oiya, ya!
384. ORANG III : Beri saja dia sisa-sisa makanan, Bung!
385. PUNGGAWA : Tidak mau dia, malah nmarah-marah. Katanya menghina.
386. ORANG III : Kalau begitu, biarkan saja dia mati kelaparan!
387. ORAG IV : Ho-oh, itulah ganjaran untuk orang malas1
388. ORANG II : (muncul) Joko, seseorang ingin datang menghadap.
389. JOKO : Suruh datang kemari!
390. ORANG II : Wahai, professor, datanglah kemari!

Raja setan muncul dengan menyamar sebagai seorangg professor membawa payung terbuka di atas kepalanya.

391. PROFESOR : Salam sejahtera bagi raja Joko yang bijaksana!
392. JOKO : Salam kembali! Siapakah sudara?
393. PROFESOR : saya seorangg professor
394. ORANG IV : Apa?
395. PROFESOR : (pelan) P R O F E S O R!
396. ORANG IV : Apakah itu?
397. ORANG II : Istilah baru!
398. ORANgg III : Kok, seperti nama makanan ya?
399. JOKO : Kami orang pandir, saudara, tak kenal dengan istilah saudara.
400. PROFESOR : professor itu orang pintar. Ilmunya tinggi.
401. ORANG IV : Ooooooo, itu!
402. PROFESOR : Ya, betul saudara!
403. ORANG IV : Betul apa?
404. PROFESOR : Itu lho, ilmu tinggi!
405. ORANG IV : Ya betul, lantas?
406. PROFESOR : kedatangan saya kemari adalah dalam rangka kunjungan ke berbagai Negara untuk menyelidiki tingkat pendidikan rakyatnya. Nah, setelah menyelidiki seluk beluk Negara tuan, tahulah saya bahwa rakyat Tuan masih tergolong bangsa primitip. Bahkan undang-undang yang berlaku di negara Tuan sangat merugikan orang-orang terkemuka seperti saya.
407. ORANG III : Elho, undang-undangg yang mana?
408. ORANG IV : jangan ngawur lho, sor!
409. PROFESOR : Undang-undang yang mengatakan bahwa: barang siapa kasar telapak tangannya, silakan makan! Yang tidak boleh makan sisanya saja! Ini tidak adil.
410. ORANG III : Elho, kok tidak adil?
411. PROFESOR : Sebab, undang-undang ini hanya menguntungkan orang-orang yang biasa bekerja dengan tangan saja. Sedang orang-orang yang tidak biasa bekerja dengan tanggan, yaknii orag-orann terkemuka seperti saya, sama sekali tidak dilindungi undang-undang.
412. ORANG IV : Us! Jadi kamu tiidak bekerja dengan tangan?
413. PROFESOR : Tidak!
414. ORANG IV : Elho dengan apa?
415. PROFESOR : dengan kepala1
416. YANG LAIN : (kaget) Elho!
417. ORANG IV : Ajaib!
418. ORANG II : Apa tidak sakit?
419. PROFESOR : O, tidak1 bahkan di jaman modern inin bekerja dengan kepala adalah paling menguntungkan
420. ORANG III : Wahai, benarkah itu?
421. PROFESOR : Benar!
422. JOKO : Wah, kalau begitu ajarilah kami bekerja dengan kepala! Baragkali bisalah untuk selingan di waktu payah bekerja dengan tangan.
423. PROFESOR : Terima kasih. Itulah tugas saya sebagai professor. Tapi jangan Tuan, menyangka bahwa bekerja denga kepala itu pekerjaan yang mudah. Tuan tidak mau memberi saya makan, karena telapak tanga saya halus pertada tidak biasa bekerja dengan tangan. Tetapi hendaknya Tuan ingat bahwa bekerja dengan kepala itu adalah seratus kali lebh susah dari pada bekerja dengan tanngan. Ya, kadang-kadang sampai pusing kepala dibuatnya.
424. ORANG IV : Pusing?
425. PROFESOR : Ya, kepala serasa diputar-putar.
426. JOKO : Aduh, kasihan sekali! Mengapa saudara sampai hati menyusahkan diri seperti itu? Bukankah tidak baik kalau sampai menyakitkan diri sendir?
427. PROFESOR : Inilah yang gmenyedihkan saya! Saya sudah menyangka bahwa Tuan akan salah paham. Tuan sama sekali tidak tahu kemajuan teknologi saat ini adalah berkat pekerjaan kepala. Tuan tahu kenapa orang bisa terbang ke bulan?
428. ORANG IV : Us! Kenapa?
429. PROFESOR : Karena bekerja dengan kepala! Tua tahu kenapa orang bisa membuat bom atom?
430. ORANG II : Karena bekerja dengan kepala!
431. PROFESOR : Persis! Ternyata diantara saudara-saudara ada yang cerdas.
432. ORANG II : Piye, aku je!
433. PROFESOR : Tuan tahu, kenapa orang bisa bicara jarak jauh?
434. ORANG IV : Karena bekerja dengan kelapa….eh…kepala…
435. YANG LAIN : uuuuuuuuuuuu………………………….
436. PROFESOR : Persis! Dua yang cerdas! Tuan tahu, kenapa orang patah kakinya?
437. ORANG IV : Karena ia bekerja dengan kepala!
438. PROFESOR : Inilah pandir namanya! Mana mungkin kepala bekerja kok yang patah kakinya. Tentu karena bekerja dengan tangan. Karena tangan memegang cangkul, maka terayun mengenai kaki. Patah.
439. ORANG IV : Tidak mungkin! Tidak mungkin seorangg petani begitu kalau tidak bekerja dengan kepala.
440. PROFESOR : Elho, kok tidak mungkin?
441. ORANG IV : Dia pasti sedang melamun, berarti kepala sedang bekerja!
442. professor : (kepada Joko) rakyat Tuan memang tak bisa dibuat pintar. Otak mereka tak lebih dari otak babi!
443. JOKO : (tertawa) sejak mula kami tidak mengundang saudara. Saudara datang , kam terima. Sekarang saudara kecewa. Ini bagaimana?
444.PROFESOR : Tuan tak kalah bodohnya dengan mereka. Tuan tak mengerti tanggung jawab. Sebagai raja, Tua, seharusnya memajukan mereka. Mereka harus belajar bekerja dengan kepala. Tapi apa artinya bekerja dengan kepala, Tuan tak menengerti. Apa boleh buat saya tak bisa menolong laggi. Bangsa semacam bangsa Tuan ini hanya bisa diajari dengan bom atom!
445. ORANG IV : Elho. Saudara menghina ya? Saudara menyinggung harga diri kami sebagai bangsa. Saudara dari mana? Saudara mengaku beradab! Tapi tiindakan saudara menunjukkan bahwa saudara biadab!
446. ORANG II : sikat saja Dul!
447. YANG LAIN : Bet..! Bet..! Antemi! Koploki! bunuh!
448. JOKO : Sabar! Persoalan ini kita serahkan saja ke pengadilan tertinggi. Alloh!
449. PROFESOR : (kaget, ketakutan) Elho, apa-apaan ini, kok terus ke pengadilan tertinggi? Saya tidak terima! Saya protes!
450. JOKO : Nah, jelas, saudara ini setan! Mahluk apakah yang ketakutan mendengar nama Alloh kalau bukan setan? Sejak pertama melihat, saya sudah tahu bahwa saudara ini setan. Saudara adalah setan yang menyamar sebagai jendral, proofesor, lalu saudagar sekarang professor dan mungkin nanti presiden atau mahluk angkasa luar. Tetapi pada hakikatnya saudara tetap setan dan perbuatan saudara selalu jahat, karena prinsip saudara adalah mencari teman sebanyak-banyaknya si neraka saya merasa kasihan kepada saudara! Karena itu saya ingin menolong saudara dengann mengurangi dosa-dosa saudara. Oleh karena itu, tak ada jalan lain kecuali…………………….
451. PROFESOR : (ketakutan) Elho! Elho!
452. JOKO : (membentak) Pergilah karena Alloh!



Diketik ulang oleh KELOMPOK PERON SURAKARTA
Pada 13 November 2008

Minggu, 18 Januari 2009

“The Brothers” Oleh CEmpluk

Naskah pendek

“The Brothers”

Oleh CEmpluk

TERLIHAT DUA ORANG SEDANG BERCAKAP DI ANTARA REMANG MALAM

  1. Brother 1: Apa kau mendengar kalau lubang itu terbuka lagi?
  2. Brother 2: lubang yang mana?
  3. Brother 1: lubang itu....
  4. Brother 2: Ah, aku lupa!
  5. Brother 1: Kau ini memang pelupa!
  6. Brother 2: Maklumlah, aku kan sudah tua. Umurku sudah berabad-abad lamanya.
  7. Brother 1: Kau ini suka mengigau. Eh, itu! Lubang.. Dulu, ketika masih kecil. Saat kita merasa bersalah dan ingin sendiri! Aku atau kau suka melamun di sana. Ingatkah kau? Kalau hal itu terjadi, Ayah dan ibu sampai kebingungan mencari. Ingat?
  8. Brother 2: Ya! Ibu sampai pingsan! Dan paman Joni juga ikut pigsan. Kasihan sekali, tapi aku ingin tertawa…ha..ha. Aku ingat ketika pertama kali ke sana. Itu, gara-gara kau. Karena takut ke kamar mandi, kau ngompol, dan kalau ibu mengetahuinya pasti sangat marah besar. Lalu kau kabur dari rumah. Memangnya aku tidak tahu. Diam-diam aku mengikutimu. Kau seperti orang yang sedang kebingungan, ke sana, ke mari tak tentu arah. Kemudian kau masuk ke suatu tempat.
  9. Brother 1: Dan kau diam saja? Kau tidak khawatir padaku?
  10. Brother 2: Untuk apa? Untuk pengecut sepertimu? Orang yang tidak mau bertanggung jawab dengan apa yang dia lakukan!
  11. Brother 1: Aku takut ibu marah. Ibu mengatakan akan mengurungku di kamar mandi, kalau aku ngompol lagi. Di sana kan banyak kecoanya. Aku jijik dan alergi sama kecoa.
  12. Brother 2: Hanya karena kecoa, kau malam-malam pergi sendirian. Kau tak takut ada penjahat? Misalnya penculik. Dia akan membawa dan menjadikamu budaknya, atau lebih parah lagi, dia akan menjualmu pada orang asing. Otakmu yang mungil itu akan dikeluarkan. Ususmu..jantungmu..ginjalmu..semua organ dalam tubuhmu akan dikeluarkan dan dijual pada mereka yang butuh dan punya uang banyak!
  13. Brother 1: Kau ini saudara yang tak tahu adat! Senang sekali menghiburku dengan lelucon yang menyebalkan.
  14. Brother 2: Tapi, aku benar bukan? Ayah dan ibu, para kerabat serta para tetangga melarang anak kecil pergi malam-malam! Nanti ada penjahat atau hantu!
  15. Brother 1: Ya, hantu dan penjahatnya itu kau!

TERDENGAR SESEORANG MEMANGGIL-MANGGIL

  1. Orang: Wen…Wen….Wen..
  2. Brother 2: Kau mendengar sesuatu?
  3. Orang: Wen…Wen…
  4. Brother 2: Kau dengar tidak?
  5. Brother 1: Apa?
  6. Brother 2: Seseorang memanggilmu!
  7. Brother 1: Aku tidak mendengar sesuatu pun.
  8. Orang: Win..Win...Win..
  9. Brother 2: Sekarang dia memanggilku.
  10. Brother 1: Benarkan, kau sendiri hantunya!
  11. Brother 2: Bukan aku, tapi suara itu.
  12. Orang: Wen...Wen...Win..Win…
  13. Brother 2: Dia memanggil kita..seperti ini; Wen…Wen…Win..Win.. suaranya terdengar parau dan…
  14. Brother 1: Ada apa?
  15. Brother 2: Dia menangis, sambil memanggil nama kita.
  16. Brother 1: Mungkin itu ibu.
  17. Brother 2: Kau gila! Ibu sudah meninggal beberapa tahun lalu.
  18. Brother 1:Ibu meninggal? Kapan? Aku tidak tahu.
  19. Brother 2: Aku juga tidak tahu. Aku hanya mendengar ibu telah meninggal.
  20. Orang: Wen..Win..di mana kalian..ayo pulang…hari sudah petang nak..
  21. Brother 1: sekarang aku mendengarnya. Persis suara ibu.
  22. Orang: Win..Win..kamu harus minum obat.
  23. Brother 1: Apa kau sakit?
  24. Brother 2: Aku? Sakit apa?
  25. Brother 1: Coba, ingat-ingatlah. Kau pernah mengidap suatu penyakit?
  26. Brother 2: Sudah aku katakan! Aku tidak sakit. Aku sehat, sejak kecil. Ehm...ehm...Cuma mencret..
  27. Brother 1: Itu namanya sakit. Walupun sepele, tapi kalau dibiarkan saja, penyakitmu itu akan tumbuh, dan lama-kelamaan bisa membuatmu mati.
  28. Brother 2: tidak mugkin! Aku hanya mencret! Dan sekarang sudah sembuh! Apa kau melihatku ke toilet terus. Tidak kan?
  29. Brother 1: Aku tidak tahu, mungkin kau kecret di celana. Ha..ha..
  30. Brother 2: Sudahlah, aku capek! Aku mau istirahat sebentar. Jangan bangunkan aku! Biarkan aku terlelap sampai pagi!
  31. Brother 1: Baiklah, aku juga mau istirahat.

SEORANG IBU DATANG SAMBIL MEMBAWA PAYUNG

  1. Ibu: Wen..Wen..Win...Win..di mana kalian? Jangan main petak umpet! Sudah malam. Iya ibu menyerah. Ayo nak, pulang! Ibu sudah masak makanan kesukaan kalian. Jangan buat ibu takut (MENANGIS)
  2. Brother 1: Aduh! Suara siapa itu? Berisik sekali! Nyonya sedang apa?
  3. Ibu: aku sedang mencari kedua anakku. Mereka main di luar, dan sampai sekarang belum pulang. Aku sangat khawatir sekali. Tadi mereka mengajakku main petak umpet..Hiks..hiks...
  4. Brother 1: Sudah Nyonya, saya akan membantu mencari mereka. Namanya siapa Nyonya? Wen dan Win.
  5. Brother 1: mereka kembar?
  6. Ibu: iya..

BROTHER 1 KAGET MENDENGAR UCAPAN SANG IBU TADI.

  1. Brother 1: kembar? (berkata pada diri sendiri) aku juga punya saudara kembar.
  2. Ibu: Iya, mereka kembar. Kalau yang satu sakit, maka yang lain juga akan sakit. Kalau yang satu sedih, maka yang lain juga akan merasakannya dan sebaliknya.
  3. Brother 1: Sudahlah ibu, jangan bersedih, pasti mereka akan ketemu.
  4. Ibu: Terima kasih nak. Kau sangat baik sekali.

MEREKA TERUS BERJALAN SAMPAI PAGI, NAMUN TAK MENEMUKAN APA YANG MEREKA CARI

  1. Ibu: Wen..Wen..Win...di mana kalian...ibu tidak akan marah lagi. Ibu janji.
  2. Brother 1: memangnya kenapa Nonya?
  3. Ibu: Sebenarnya mereka sedang tidak main petak umpet, tapi mereka kabur sejak beberapa hari yang lalu. Aku sudah mencarinya ke mana-mana, namun hasilnya nihil. Nol besar. Sampai aku bertemu kau.
  4. Brother 1: ada masalahkah Nyonya?
  5. Ibu: Tidak. Bukan masalah yang besar, Cuma kenakalan anak kecil biasa.
  6. Brother 1: Nyonya sudah melaporkan kejadian ini pada polisi?
  7. Ibu: sudah. Hiks..hiks..
  8. Bother 1: lalu?
  9. Ibu: mereka tidak mau tahu. Hiks..hiks..

DATANG BROTHER 2 DENGAN MEMBAWA SELEBARAN

  1. Brother 2: Wen, kau di situ rupanya. Aku ingin memperlihatkan sesuatu. Lihatlah!
  2. Brother 1: Selebaran biasa.
  3. Brother 2: Bacalah isinya.
  4. Brother 1: Telah ditemukan dua anak kecil. Umur sekitar 10 tahun. Memakai kaos warna putih, celana pendek dan sandal jepit warna biru dan merah. Keterangan lebih lanjut, datang ke kantor polisi di jalan Ampera No. 5 Wahayangan. Apakah ini anak-anak ibu?
  5. Ibu: Iya. Sepertinya. Semoga tidak terjadi apa-apa dengan mereka.
  6. Brother 2: Kita berdoa saja Nyonya. Sebaiknya kita ke sana.
  7. Brother 1: Aku setuju. Mari Nyonya!
  8. Ibu: Mari

MEREKA KE LUAR PANGGUNG, BEBERAPA SAAT KEMUDIAN MUNCUL BROTHER 1 DAN 2

  1. Brother 2: Aku bingung.
  2. Brother 1: Kenapa?
  3. Brother 2: Kau lihat kedua anak kecil tadi. Mereka mirip dengan kita. Saat kita kabur dulu. Kaos putih, celana pendek dan sandal jepit. Mungkinkah ini kebetulan?
  4. Brother 1: Mungkin saja. Kita tidak pernah tahu rahasia Tuhan.
  5. Brother 2: Tuhan. Sejak kapan kita tinggal di lubang ini? Gua ini pengap dan busuk, seperti mulutmu.
  6. Brother 1: seperti mulutmu juga.
  7. Brother 2: Tempat ini sangat gelap. Aku takut!
  8. Brother 1: Syukurlah, sekarang kau mengakuinya!
  9. Brother 2: Aku lebih takut dari yang kau duga selama ini.
  10. Brother 1: Oh ya, aku ingat. Wanita itu mirip ibu, dan...
  11. Brother 2: Dan apa?
  12. Brother 1: Anak kecil tadi mati karena kehabisan oksigen.
  13. Brother 2: Mirip kita?
  14. Brother 1: Mirip kita beberapa puluh tahun yang lalu, atau berapa ratus tahun yang lalu?
  15. Brother 2: Sekarang kau yang mengigau. Masuklah, sebentar lagi mungkin akan turun hujan. Mereka mati, dan kita masih di sini, hidup dengan gua atau kau lebih senang menyebutnya lubang Wen-Win.