Kamis, 28 Agustus 2008

Rashomon

RASHOMON

Karya: Rynosuke Akutagawa
(Diangkat, ditulis untuk karya pentas oleh: Djohan A. Nasution)

Play ini kutulis berdasarkan 2 cerpen Rhinosuke Akutagawa (1892-1927) yakni: Rashomen dan Pepohonan. Keduanya diangkat dari salah satu episode Kenyaku Monogatori (kisah-kisah lama dan baru). Ada kutemukan persamaan di dalam kedua cerpen ini, yakni: sama-sama berpangkalan humanisme, sebagaimana aku menanggapi dasar jiwa si pengarang. Inilah alasan yang kuat untuk mendorongku menggabungkan keduanya dalam play ini, di samping alasan-alasan lain. Aku kurang tahu apakah cerita dalam filmnya disusun dengan alasan ini juga. Namun filmya ku tonton dan ku harap play ini dapat pula berhasil diangkat ke dalam teater (Djohan A. Nasution)

Pemeran:
1. Kanazawano Takehiko (Suami, samurai dari Kekufu, umur 26 tahun)
2. Mesage (Istri, umur 19 tahun)
3. Tajomaru (Penjahat)
4. Pendeta Budha
5. Penebang kayu
6. Perempuan tua

Setting dikehendaki yang sugestif saja. Apabila dilatar ada stilasi balok bubungan gapura tua. Rashomon di Kyoto, ketika masih jadi ibu kota Jepang (780 M) itu hanya dimaksud untuk memberikan kesan orisinilitet dari cerita dimana play ini disadur. Namun cerita ini universil, bisa terjadi di mana-mana.

DI UP-STAGE TELAH DUDUK BERSILA TIGA ORANG PEMERAN, TAKEHIKO, MESAGE, DAN TAJOMARU. SIKAP DIAM. KELIHAAN SAMAR-SAMAR. KEDENGARAN SUARA HUJAN, SIUTAN ANGIN, DAN SESEKALI SUARA GURUH. PENEBANG KAYU MASUK BERLARI-LARI. DALAM BASAH.

1.PENEBANG KAYU: Hujan tak mau berhenti juga. Jahanam! Aku terpaksa berteduh di sini (pause). Ini tempat tak aman. Aku dengar gapura ini sekarang jadi sarang pencuri dan perampok. Hah, kalau begitu aku harus berhati-hati, siapa tahu ada yang bermaksud jahat padaku.
(MEMPERBAIKI LETAK KAPAKNYA)
Ini benar-benar tempat seram. Aku dengar mereka membawa mayat-mayat ke sini untuk dibuang. Kalau siang kawanan burung-burung gagak masuk ke sini untuk menghabiskan sisa bangkai. Entah dari mana, mereka terbang berputar-putar di sekitar balok bubungan gapura. Heran, belakangan ini gagak-gak itu tak kelihatan, heran... barangkali hari ini karena hujan sejak pagi atau larutnya waktu. Haaaaa!
(IA MELOMPAT TIBA-TINA KARENA KAGET ADA ORANG DATANG)
Siapa kau? Bersuara! Bersuara! Kalau tidak... kau kubunuh!
2. PENDETA :Aku pendeta. Jangan bunuh Aku.
3. PENEBANG KAYU:Hah, jahanam. Aku kira hantu atau perampok. Eh...maafkan aku tuan pendeta. Tak ada yang paling kejam, kalau pendeta pun sempat terbunuh.
4. PENDETA :Ku maafkan kau. Memang wajar kau memaksa takut. Sendirian di tengah hujan, di gapura sepi seperti ini...
5. PENEBANG KAYU:Tuan pendeta, aku hanya seorang penebang kayu. Aku sungguh takut...tapi aku terpaksa berteduh di sini. Hujan tak mau reda dari tadi.
6. PENDETA :Kalau begitu kita berdua senasib. Aku juga terpaksa berteduh di sini. Sebenarnya aku lagi dalam perjalanan menuju kuil Shimizu. Ketika tiba-tiba di jalan hujan turun dengan lebat sekali.
7. PENEBANG KAYU :Mudah-mudahan. Dulu memang gapura Rashomon ini dikunjungi orang baik-baik. Aku masih ingat. Tapi sekarang, entahlah, betapa mudahnya orang jadi peramok dan pembantu. Gapura ini pun tidak luput dari sarang penjahat.
8. PENEBANG KAYU :Benar tua pendeta. Belakangan ini banyak terjadi kejadian-kejadian yang mengerikan. Di mana-mana terdengar telah terjadi pembunuhan. Dan perampok-perampok berkeliaran di mana-mana, di sekitar kota Kyoto ini. Mereka merajalela.
9. PENDETA :Aku dengar, baru-baru ini seorang istri yang pergi ziarah ke kuil Toribe, di gunung Pindera telah dibunuh bersama-sama gadisnya dengan kejam sekali. Apakah kabar itu benar?
10. PENEBANG KAYU:Benar sekali, tuan pendeta. Ah, betapa kejinya pembunuh itu. Hiiii!! Dan kemarin terjadi lagi pembunuhan. Kira-kira 150 meter dari jalan raya ke Yamashima, di dalam semak-semak pepohonan, sebuah mayat terlantar tak bernyawa lagi... Oh, ngeri sekali...dan lebih ngeri lagi karena akulah orang yang pertama-tama menjumpai mayat itu...
11. PENDETA :Jadi, kaulah penebang kayu yang menemukan mayat lelaki itu di dalam semak-semak kemarin?
12. PENEBANG KAYU:Benar, tuan pendet. Akulah yang menemukan mayat itu. Seperti biasanya pagi-pagi aku sudah pergi ke hutan untuk menebang sejumlah pohon Ru. Tiba-tiba kulihat semak-semak yang luruh terinjak-injak, lalu ku temukan seutas tali pada akar pohon Ru, lalau sebuah sisir... Hanya itu dan tak ku temukan benda-benda lainnya, pedang juga tidak. Dan selagi aku berpikir benda-benda itu kepunyaan siapa, tiba-tiba aku lihat mayat itu terlentang rata. Aku menjerit ngeri dan hingga sekarang bila kuingat, bulu romaku berdiri. Hiii...! dari sinar matahari yang menembus daun-daun pepohonan, samar-samar ku lihat mayat lelaki itu pakai Kimono sutera kebiru-biruan dan bertudung kumal gaya Kyoto
13. PENDETA :Benar, itulah pakaian lelaki itu. Aku tahu, karena kemarin dulu sebelum ia terbunuh aku masih sempat melihatnya. Ketika itu tengah hari yang panas. Aku berpapasan dengan dia di jalan dari Sekiyama ke Yamashina.
14. PENEBANG KAYU:Kasihan sekali. Satu tikaman pedang telah menembus dadanya. Daun bambu yang luruh di sekitarnya dinodai bintik-bintik darah. Tidak, darahnya tak mengalir lagi. Luka telah kering agaknya. Lagi pula seekor lalat gajah lengket erat di situ, nyaris terbang karena langkahku. Oh, kasiha sekali. Tentu tadinya ia seorang lelaki yang bahagia.
15. PENDETA :Memang ia seorang lelaki yang bahagia. Ketika aku berpapasan, ku lihat ia melangkah girang menuntun kudanya yang ditunggani oleh seorang perempuan muda. Belakangan aku btahu, perempuan itu istrinya. Dari kepala istrinya tergantung cadar, hingga mukanya tak ku lihat. Yang ku lihat hanya warna pakaiannya, warna lembayung. Kudanya merah coklat, bersurai indah. Dan tinggi si wanita... O, kira-kira empat kaki lima inci. Karena aku pendeta budha, tentu tak ku perjatikan dia lebih teliti.
16. PENEBANG KAYU:Tentulah perempuan itu cantik dan manis. Sayang, aku tak melihat ia di semak-semak itu. Barangkali ia telah lari... nah, aku memang tidak menemukan siapa-siapa di sana kecuali seutas tali, sisir, dan mayat lelaki tua itu. Aku tak menemukan kudanya yang bersurai indah seperti tuan pendeta. Tidak... Bagi manusia sudah cukup sulit ke situ, apalagi bagi kuda.
17. PENDETA :Kalau begitu kau juga tidak menemukan pedang, busur, dan panah-panahnya? Oh, tentu ada seseorang yang telah mengambilnya. Mungkin pembunuhnya sendiri. Aku lihat sendiri, lelaki yang malang itu bersenjatakan pedang, busur dan panah. Ada kurang lebih dua puluh panah cadangan dalam wadahnya, ia seorang samurai dari Kokufu.
18. PENEBANG KAYU:Tidak, aku tidak menemukan senjata-senjata itu. Tapi rupanya sebelum dibunuh, ia telah bertempur, sebab rumput dan daun-daun bambu yang gugur itu terinjak-injak di sekelilingnya. Tapi bagaimana kejadiannya yang sebenarnya, entahlah... kalu benar demikian, tentulah sebagai ksatria ia tidak mau menyerah begitu saja.
19. PENDETA :Tak ku sangka, dia akan mengalami nasib demikian. Benarlah hidup insani lekas lenyap laksana embun pagi atau sambaran kilat...
(SUARA HUJAN DAN GURUH SEMAKIN KERAS)

20. PENEBANG KAYU :Oh, hujan semakin deras. Tampiasnya mengenai kita. Kita harus masuk ke dalam, berlindung. (IA BERSIN)
21. PENDETA :Angin terlalu keras. Kita akan baah lembab di sini. Mari, di sana tadi kulihat ada tangga yang menuju ke menara gapura di atas. Mari!

(KEDUANYA MASUK –OUT)
(TAJOMARU BERDIRI LALU MAJU)

22. TAJOMARU :Benar, akulah yang telah membunuh lelaki itu. Aku Tajomaru, bajingan yang terkenal di antara perampok-perampok yang berkeliaran di Kyoto. Dan karena soalnya sudah memuncak, baiklah tak akan ku rahasiakan lagi. Bagiku, membunuh bukanlah soal yang membawa akibat besar seperti yang tuan-tuan sangka. Pekerjaan ini adalah pekerjaan yang enteng saja. Tetapi, apakah aku satu-satunya orang yang suka membunuh? Tidak, tuan-tuan. Tuan-tuan juga suka membunuh orang, ya.. memang tuan-tuan membunuh tidak mempergunakan pedang. Tapi tuan-tuan membunuh dengan kuasamu, dengan uangmu. Bahkan kadang-kadang tuan-tuan bunuh orang dengan alasan hendak mencari kebaikan baginya. Memang benar, mereka tak luka mengucur darah. Mereka sesehat-sehatnya, namun tuan-tuan tetap membunuhnya, apa bedanya? Memang sulit untuk mengatakan siapa yang lebih berdosa, aku atau tuan-tuan. (MELUDAH KEJI)
Sekarang polisi telah menangkapku, ketika aku terjatuh dari kuda di jembatan Awataguchi. Oh, kuda sial itu! Mereka menyikasa aku. Tapi ingatlah, siksaan bagaimanapun tidak akan membuatku mengaui apa yang tidak ku ketahui. Aku tahu, kepalaku akan digantung dengan rantai, jadi jatuhkan saja padaku hukuman seberat-beratnya. Gantung saja! Gantung! (MENANTANG)
Baiklah, baik... Ini pengakuanku... Siang itu aku lagi duduk bersila di tepi jalan ke Yamashima, menunggu mangsa rampokan, ketika tiba-tiba ke dengar ringkik kuda...
(IA DUDUK BERSILA, DENGAN PEDANG DI PANGKUANNYA. PEMERAN TAKEHIKO DAN MESAGE BERDIRI DI BELAKANG. LALU MENGHILANG. SUARA RINGKIK KUDA TERDENGAR. TAJOMARU SEGERA BERDIRI MENGAMATI DATANGNYA SUARA. IA TERTAWA SENANG)
Suara kuda...eh, ada orang datang ke sini. Baik ku amat-amati. Oh, seorang lelaki muda dan perempuan itu tentu istrinya. Kudanya merah coklat dan surainya indah sekali. Tetapi, lebih cantik lagi istrinya itu. Oh, Dewa! Cadar wajahnya diangkat angin. Oh, alangkah cantiknya dia. Suci dan halus seperti Bodhisatwa. Eh, heran...perasaan apa ini. Rasanya aku ingin memiliki perempuan itu. Kalau begitu baik, akan aku tangkap saja dia. Tetapi itu berarti aku harus lebih dulu membunuh suaminya. Baiklah, kubunuh saja suaminya, asal aku bisa memperolehnya. Nah, itu hanya perkara gampang. Tapi...lebih baik kalau ku tangkap perempuan itu tanpa membunuhnya suaminya. Kalau begitu, akan ku coba menipu suaminya itu...
(TAKEHIKO DAN MESAGE MASUK- IN)

23. TAJOMARU :Selamat siang, Tuan...
24. TAKEHIKO :Selamat siang. Oh, tidak kami sangka di jalan yang sunyi ini akan bertemu dengan saudara.
25. TAJOMARU :Aku Tajomaru, penduduk di sekitar sini. Tentunya Tuan sedang dalam perjalanan ke Yamashima.
26.TAKEHIKO :Benar sekali. Tapi kami ingin istirahat sebentar. Di sini dingin karena pepohonan yang lebat. O, ya. Kuda kami di sana diikat, tak mengapa bukan?
27. TAJOMARU :Istirahatlah, Tuan sejenak. Tempat ini paling baik buat istirahat. Dan tentang kuda, biarkan saja ia mengunyah rumput sesukanya. Ya, ya bagus. Lihatlah betapa senangnya kuda itu.
28. TAKEHIKO :Kami tak menyangka akan bertemu dengan orang ramah dan baik. Kami senang sekali bertemu dengan Saudara.
29. TAJOMARU :Aku senang juga. Bahkan, kalau tidak keberatan, aku bersedia menemani Tuan selama dalam perjalanan ini.
30. TAKEHIKO :Terima kasih. Kami tentu tidak keberatan.
31. TAJOMARU :Orang-orang yang lewat di sini selalu ku temani. O, ya. Tentu tuan seorang samurai. Tuan memilki pedang yang bagus, busur, dan panah. Boleh ku lihat?
32. TAKEHIKO :(MENYERAHKAN PEDANGNYA) Boleh. Aku dari Kokufu di provinsi Wakasa. Rupanya Saudara tertarik kepada pedangku?
33. TAJOMARU :(MENGEMBALIKAN PEDANG) Pedang itu mengingatkan aku kepada pedang-pedang yang ku simpan dalam pepohonan di balik gunung sana. Pedang-pedang kuno yang bagus-bagus dan banyak lagi cermin-cermin yang indah.
34. TAKEHIKO :Ha? Pedang dan cermin yang bagus-bagus. Barang-barang yang begitu berharga, dari mana kau peroleh? Dan di balik gunung mana kau pendam?
35. TAJOMARU : Sebulan yang lalu ku temui sebuah tanggul tua di gunung sebelah sana. Aku berpikir tentu di dalamnya ada tersimpan harta karun. Segera tanggul tua itu ku gali dan benarlah, aku menemui banyak cermin dan pedang yang bagus-bagus, lebih bagus dari pedang Tuan. Lalu barang-barang itu ku pendam dalam pepohonan di balik gunung itu juga.
36. TAKEHIKO :Bodoh. Mengapa barang-barang itu dipendam? Orang banyak mau membelinya. Di kota barang-banrang itu laris dalam sejejap saja.
37. TAJOMARU :Selama ini aku memang tidak tahu. Tetapi sekarang aku ingin menjualnya kepada siapa saja yang mau membelinya. Biarlah ku jual dengan harga murah saja.
38. TAKEHIKO :Kalau begitu biarlah aku saja yang membelinya. Nah, sekarang juga tunjukan kepadaku tempat barang-barang itu. Biarlah ku lihat dulu.
39. TAJOMARU :Baik, sekarang juga kita ke gunung sana. Mari, ikuti aku... (IA BERJALAN)
40. MASAGE :Takehiko! Kita harus membawa kuda ke sana. Aku kuatir kepada kuda itu.
41. TAJOMARU :Oh, jangan kuatir. Biarkan kuda itu di sana. Pepohonan terlalu lebat untuk dapat dimasuki kuda. Ayolah. Jangan sampai terlalu sore kita sampai di sana.
42. MASAGE :Takehiko! Aku sangsi...Mungkin aku tidak dapat berjalan kaki ke sana.
43. TAJOMARU :Apa katanya? Sulit berjalan kaki ke sana?
44. TAKEHIKO : Kalau begitu, baiklah kau tinggal saja di atas kuda. Jangan kuatir, tak ada apa-apa. Sebentar aku pasti kembali. Barang-barang itu begitu mahal harganya! Nah, pergilah sayang.

(MASAGE BERJALAN KELUAR- KE ARAH KUDA)

45. TAJOMARU :(SENANG) begitu lebih aman baginya. Nah, sekarang ayolah pergi dari sini. Lihat, di bawah pohon Ru itu.

(KEDUANYA BERJALAN BEBERAPA LANGKAH. TETAPI TIBA-TIBA TAJOMARU MENYERGAP TAKEHIKO DARI BELAKANG. MEREKA BERGULINGAN-AKHIRNYA TAKEHIKO TAK BERDAYA. TAJOMARU MENGIKAT TAKEHIKO DENGAN TALI YANG SELALU DIBAWANYA. TAKEHIKO LELAKI YANG MALANG ITU BERTERIAK DAN MERONTA-RONTA)

46. TAKEHIKO : Bangsat! Penipu! Tolong!
(TAJOMARU MENYUMBAT MULUT TAKEHIKO DENGAN DAUN-DAUN BAMBU YANG GUGUR. TAKEHIKO TINGGAL MERONTA-RONTA. MELIHAT ITU, TAJOMARU MELOMPAT-LOMPAT TERTAWA KEGIRANGAN)
47. TAJOMARU :Karena tamak, kau tinggalkan istrimu sendirian di sana. Tamak, tapi bodoh. Nah, tertipu kau! Aku sama sekali tidak punya pedang dan cermin-cermin. Lalu tentang istrimu. (TERTAWA KERAS). Rencanaku berhasil. Aku akan dapat memilikinya dengan bebas tanpa terlebih dahulu membunuhnmu. Akan ku katakan padanya, bahwa kau tiba-tiba sakit keras di sini. Tentu dia percaya dan mau menurut bersamaku kemari. Nah, sekarang ia akan aku jemput.
(TAKEHIKO MERONTA-RONTA. TAJOMARU BERLARI-LARI KECIL KELUAR, KEMUDIAN MASUK LAGI MENGGANDENG MASAGE YANG TELAH MEMBUKA TOPI CADARNYA)
48. MASAGE :(TERKEJUT) Takehiko! Mengapa? Oh...
(IA MENCABUT PEDANG KECILNYA LALU MENIKAM TAJOMARU)
Bajingan! Penipu! Nah, ku bunuh kau...

(TAJOMARU MENGELAK, SAMBIL TERTAWA MENGEJEK. TETAPI TIBA-TIBA TAJOMARU DAPAT MENANGKAP TANGAN MASAGE. PEDANG PENDEK ITU TERJATUH. LALU DENGAN MERONTA-RONTA TAJOMARU MENYERET MASAGE KE BALIK SEMAK-SEMAK DI BELAKANG. JERITAN MASAGE MENGHILANG. TAKEHIKO YANG TERIKAT HANYA MEMANDANG JIJIK KE ARAH SEMAK-SEMAK ITU. TIDAK BEBERAPA LAMA KEDUANYA KEMBALI. TAJOMARU TERTAWA)

49. TAJOMARU :Terima kasih. Aku puas sekali karena keinginanku telah dapat kupenuhi daripadanya, tanpa mencabut nyawa kau, suaminya. Dan tanpa mencabut nyawanya sendiri. Nah, sekarang aku pergi.

(TAJOMARU MAU MELANGKAH, TETAPI MASAGE MENANGIS TERSEDU-SEDU DAN MENGGAYUT TANGAN TAJOMARU, SEPERTI ORANG GILA)

50. MASAGE :(TERSEDU-SEDU) tajomaru, dengarkan aku. Aku telah cemar. Dan kecemaranku telah disaksikan sendiri oleh dua lelaki, kau dan suamiku. Ini adalah lebih menyakitkan daripada kematian. Oleh karena itu, aku minta....
51. TAJOMARU :Kau minta supaya aku atau suamimu mati, he?
55. MASAGE :(MENGANGGUK) Ya, karena tak mungkin keduanya harus hidup. (TERENGAH-ENGAH) Tajomaru, dengarkan aku. Aku bersedia jadi istri siapa saja, di antara kalian yang masih hidup.

(TAJOMARU TERCEKAM MENDENGAR KATA-KATA ITU. IA MENATAP DALAM-DALAM KE WAJAH MASAGE, LALU BERPALING KEPADA TAKEHIKO YANG TERIKAT)

56. TAJOMARU :Dengarlah, masa depan perempuan ini harus diselamatkan. Oleh karena itu, salah seorang di antara kita harus mati. Dia benar.. (TAJOMARU MELOMPAT KE ARAH TAKEHIKO) Soal ini bukan hanya sola nafsu birahi bagiku. Kalau demikian, aku lebih baik lari saja dari sini ranpa menodai pedangku dengan darah pembunuhan. Tapi, coba kau lihat matanya, aku tak tahan menatapnya. Dengarkan, aku ingin memperistrikan dia, juga andaikata aku harus mati disambar petir. Karena itu aku terpaksa membunuhmu. Tapi aku Tajomaru, lelaki yang bukan pengecut. Aku tidak akan membunuh orang yang sedang terikat.

(DENGAN UJUNG PEDANG TAJOMARU MELEPASKAN IKATAN TANGAN TAKEHIKO. TAKEHIKO SEGERA MENGHUNUS PEDANGNYA, LALU MELOMPAT DENGAN GANAS. PERTARUNGAN PUN SEGERA TERJADI. DENGAN TIKAM YANG KEDUA PULUH TIGA, BARULAH TAKEHIKO GUGUR. TAJOMARU MENGANGKAT PEDANGNYA YANG BERLUMUR DARAH DAN BERPALING KE TEMPAT MASAGE. TETAPI PEREMPUAN ITU SUDAH MENGHILANG. DICARINYA, TAPI TAK KELIHATAN)
(MELUDAH JIJIK) Kurang ajar! Perempuan itu sudah lari ketika kami orang lain. Kalau begitu, ini soal hidup atau mati bagiku. Baik, kutinggalkan tempat sial ini cepat-cepat.

(TAJOMARU MENGAMBIL PEDANG DAN BUSUR TAKEHIKO, LALU LARI KE ARAH KUDA)

(PENTAS BERANGSUR MENJADI HINGAR GELAP. DAN KETIKA TERANG KEMBALI, MESAGE TELAH MUNCUL DI DEPAN. DALAM SAMAR-SAMAR DI BELAKANG, DUDUK BERSILA DIAM TAKEHIKO DAN TAJOMARU)
57. MASAGE :(TERSEDU) Tuan, apalagi yang dapat ku buat? Telah kutikam kerongkonganku dengan pedang kecil, telah kulemparkan diriku dalam kelam di kaki gunung, dan telah kucoba bunuh diri dengan banyak cara lagi. Tetapi aku tak punya tenaga untuk mati. Aku tak mampu mengakhiri nyawaku, aku masih hidup dalam kecemaran. Aku yang tak berguna ini tentu telah ditinggalkan oleh Dewi Kwannon yang paling ramah. Karena itu... Inilah pengakuanku dan inilah juga siksaan batinku. Aku telah diperkosa oleh perampok itu dan aku sendiri yang telah membunuh suamiku... (SEDU-SEDAN MENGERAS LALU HILANG BERANGSUR-ANGUR)

(PENTAS KEMBALI GELAP. DAN SETELAH ITU MUNCUL SOSOK TAKEHIKO DALAM TANGAN TERIKAT, LALU MUNCUL TAJOMARU MENGGANDENG MASAGE DARI BELAKANG. TAJOMARU TERTAWA KERAS MENGEJEK)

58. TAJOMARU :Terima kasih. Aku puas sekali karena telah dapat memenuhi nafsuku, tanpa mencabut nyawaku, suaminya. Dan tanpa mencabut nyawanya. Pedangku tak perlu berlumuran darah. (TERTAWA). Semua ini bisa terjadi karena ketololanmu, kawan. Kau tamak sekali dan terkicuh dengan omonganku. Istrimu kau biarkan sendirian, sehingga aku bebas memperkosanya.

(TAKEHIKO MERONTA-RONTA TERSIKSA BATINNYA)

59. MASAGE : Takehiko! Maafkan aku....

(IA BERLARI KE ARAH TAKEHIKO. TAJOMARU MEMUKUNYA DENGAN KERAS, SEHINGGA TERJATUH)

60. TAJOMARU : Bodoh! Kau tentunya tidak perlu memperhatikan dia lagi.
61. MASAGE : (MENATAP MATA SUAMINYA) Takehiko, maafkan aku. Kau marah? Sedih? Oh.... tidak, tidak. Jangan melihat kepadaku begitu. (MUNDUR BERDIRI) Sinar matamu dingin dan jijik. Takehiko, jangan, jangan! (IA MENJERIT LALU JATUH PINGSAN)
62. TAJOMARU :(MELUDAH JIJIK) Cih! Ini tempat sial. Bagus aku enyah saja dari sini. (IA MERAMPAS PEDANG, BUSUR, DAN PANAH LALU MENGHILANG)
63. MASAGE :(SADAR, LALU BANGKIT TERHUYUNG-HUYUNG MENDEKATI SUAMINYA)
Takehiko, dengarlah baik-baik. Karena beginilah nasib kita, aku tak mungkin dapat hidup lagi bersamamu. Aku ditakdirkan untuk mati, tapi kaupun harus mati juga. Telah kau saksikan sendiri kecemaranku, maka tak dapat kubiarkan kau hidup seperti sekarang...Kita berdua harus mati, Takehiko...

(TAKEHIKO MASIH MENATAP DINGIN DAN MUAL. MASAGE MANGGAPAI-GAPAI MENCARI SUAMINYA. TAPI HANYA PEDANG PENDEKNYA YANG DIDAPAT. DIHUNUSNYA PEDANG ITU DAN DIANGKATNYA KE ATAS KEPALANYA)

64. MASAGE :Takehiko, sekarang berikan nyawamu kepadaku. Kemudian aku akan segera menyusulmu...
65. TAKEHIKO :(KOMAT-KAMIT MENANTANG DENGAN PENUH KEBENCIAN)
Bunuh aku! Bunuh aku...!!!
66. MASAGE :Takehiko, maafkan aku. Aku harus membunuhmu, harus! (ANTARA SADAR DAN TIDAK, MESAGE MENUSUKKAN PEDANG KECIL ITU KEPADA TAKEHIKO. MASAGE TERSIMPUH LEMAH DI DEPAN SUAMINYA YANG MALANG ITU. LALU DENGAN SEDU YANG DITAHAN-TAHAN IA BERDIRI CEPAT MEMBUKA TALI IKATAN)
Nah, sekarang tibalah saatnya. Aku menyusulmu...

(PEDANG ITU DIACUNGKANNYA KE ATAS, LALU TIBA-TIBA IA BERBALIK DAN MENIKAM LEHERNYA. PEDANGNYA TERJATUH. SAMBIL MENANGIS IA SEGERA BERLARI KE LUAR- MENGHILANG)

(PENTAS KEMBALI GELAP. KEMUDIAN BERANGSUR MUNCUL PEMERAN TAKEHIKO DI BELAKANG DUDUK DALAM SAMAR-SAMAR TAJOMARU DAN MASAGE)

67. TAKEHIKO : Tuan memanggil saya? Nah, inilah saya. Roh, Kanazawano Takehiko, roh suami perempuan itu. Apa? Tuan sudah mengetahui pengakuan perempuan dan perampok itu? Bukan, bukan begitu. Tuan boleh percaya atau tidak. Mula-mula perempuan itulah yang menyuruh perampok itu membunuh saya, tetapi bajingan itu tidak melakukannya. Terkutuklah perempuan itu dan kalau sekarang saya ingat, maka seakan saya hendak jatuh terpelanting ke dalam jurang kegelapan tak berdasar. Pernahkah hal sedahsyat itu keluar dari mulut manusia? Pernahkah, biarpun sekali saja, kata-kata terkutuk demikian melecut telinga manusia? Biarpun sekali saja... Hei, terkutuk! (TERIAKAN MENGHINA)
Tuan, sebenarnya akulah yang membunuh diriku. Dan inilah seluruh pengakuanku....

(PENTAS KEMBALI GELAP. PEMERAN-PEMERAN BERPENCAR. DAN KETIKA PENTAS KEMBALI TERANG, TAKEHIKO TERBELENGGU. TAJOMARU DAN MASAGE MASUK BERGANDENGAN TANGAN DENGAN MESRA)

68. TAJOMARU :Dengarlah baik-baik, aku telah memperkosamu secara kasar. Tetapi percayalah, hal itu terjadi karena dorongan cintaku kepadamu. maafka aku, sayang!
69. MASAGE : Cinta? Adakah di balik tubuhmu yang kasar tersimpan cinta yang tulus?
70. TAJOMARU :Begitulah. Soal ini bagiku bukanlah sekedar soal nafsu birahi, tetapi lebih dari itu, soal cinta yang tulus. Karena cinta itulah memungkinkan hal ini terjadi. Dan jika tidak karena cinta, sekarang juga aku akan segera pergi setelah memperkosamu.
(TAKEHIKO MERONTA-RONTA, MENGEDIP-NGEDIPKAN MATANYA)

71. MASAGE : Jangan pergi, jangan pergi! Kau harus bertanggung jawab.
72. TAJOMARU : Aku tidak akan pergi. Aku akan menadampingimu terus- menerus. Karena kau cantik sekali. Kau seperti Bodhisatwa, begitulah waktu aku pertama kali melihat wajahmu. Ketika cadarmu terbuka ditiup angin, aku pastikan bagaimanapun kau harus jadi milikku.

(TAKEHIKO TERBAKAR OLEH AMARAH DAN IRI HATI)
73. MASAGE : Tidak pernah ke dengar pujian begitu indah dari lelaki. Juga tidak dari suamiku.
74.TAJOMARU :Begitu juga aku. Aku selalu melihat kejam kepada siapapun. Bagiku membunuh adalah soal yang enteng. Tetapi setelah aku melihat kau, perasaanku yang tumpul menjadi halus. Saat ini aku dapat memberikan arti tertentu atas bias sinar matahari yang menari-nari di atas daun-daun itu, kicau burung yang merdu.

75. MESAGE : (MENUNJUK KE TAKEHIKO) Aku telah punya suami...
76. TAJOMARU :Dengarkan, sekali kehormatan ternoda, kau tak bakal berbalik lagi dengan suamimu. Oleh karena itu, sebaiknya kau menjadi istriku sajalah. Demi cintaku, aku telah berlaku kasar kepadamu.
77. MASAGE :Memang aku tak mungkin berbalik lagi dengan suamiku. Ia telah menyaksikan sendiri bagaimana aku ternoda. Tak mungkin... (TERSEDU-SEDU) Oleh karena itu, kuserahkan diriku kepadamu. bawalah aku ke mana pergimu.

78. TAJOMARU : (MENARIK TANGAN MASAGE) Nah, sekarang juga kita pergi. Mari kita tinggalkan saja dia begitu.
79. MASAGE : Tidak, kita tidak mungkin pergi kalau dia masih hidup. Ia harus mati. Bunuh dia! Aku tak mungkin kawin dengan kau selama ia masih hidup. Bunuh dia! Bunuh!
80. TAJOMARU : Aku ingin memperistrimu, tapi...
81. MASAGE :(MENGGAYUT TANGAN TAJOMARU) Bunuh dia! Bunuh dulu dia! Bunuh! (HISTERIS)
82. TAJOMARU :Tidak, tidak! (IA MEMUKUL MASAGE SAMPAI RUBUH) Oh, tidak mungkin. Istrinya telah ku nodai. Aku tak sanggup untuk membunuhnya.
83. MASAGE :(HISTERIS) Bunuh, bunuh dia! Bunuh dia, bunuh!
84.TAJOMARU :(MENYILANGKAN TANGAN, MENDEKARI TAKEHIKO) Ingin kuapakan dia? Dibunuh atau diselamatkan? Cukup dengan mengangguk saja. Bunuh!

(MASAGE MENJADI BIMBANG. KEMUDIAN TIBA-TIBA IA BANGKIT LALU LARI MENGHILANG. TAJOMARU TAK DAPAT MENANGKAP TANGANNYA)

85. TAJOMARU : Kurang ajar! Ia tentu mencari bantuan. Cih!

(TAJOMARU MENGAMBIL PEDANG, BUSUR, DAN PANAH TAKEHIKO. MEMUTUS IKATAN TAKEHIKO)

86. TAJOMARU : Sekarang nasibku menyusul. Aku harus menghilang dari sini. (TAJOMARU MENGHILANG)
87. TAKEHIKO :(BERDIRI PELAN TERHUYUNG-HUYUNG) Heh, terkutuk! (MENJERIT) Terkutuk!

(MENDENGAR SUARANYA SENDIRI, KEMUDIAN MEMUNGUT PEDANG KECIL DAN MENGAMATINYA)

88. TAKEHIKO :Tak ada lagi kesetiaan. Kepercayaanku yang paling akhir telah sirna.

(PERLAHAN PEDANG ITU DITUSUKANNYA KE DADA. IA PUN RUBUH. CAHAYA BERPUTAR-PUTAR DALAM PANDANGANNYA. TIBA-TIBA SESOSOK TUBUH SAMAR-SAMAR MASUK MERANGKAK, LALU MENCABUT PEDANG ITU)
(PENTAS KEMUDIAN GELAP-SEPI)
(BEBERAPA SAAT KEMUDIAN PENTAS TERANG. SUARA GURUH DAN ANGIN DARI JAUH. TAKEHIKO, TAJOMARU DAN MASAGE DUDUK BERSIMPUH KEMBALI. SAMAR-SAMAR DALAM SIKAP DIAM. PENEBANG KAYU DAN PENDETA MUNCUL TERGESA-GESA. KEDUANYA MENUTUP HIDUNG)

89. PENEBANG KAYU : Hiii... Bau busuk. Tempat yang mengerikan ini. Kita harus cepat keluar dari sini. Ayo, aku tak ingin tinggal lebih lama di sini.
90. PENDETA : Tunggu. Hujan belum juga reda. Lihatlah keluar, masih hujan.
91. PENEBANG KAYU: Apa yang kita lihat di dalam tadi memang sungguh-sungguh mengerikan. Aku tak pernah melihatnya lagi. Mayat-mayat yang terserak di lantai membusuk begitu saja. Dengan tangan-tangan menjulur dan mulut-mulut yang terbuka kaku. Dan mayat-mayat tergeletak telanjang, kepala-kepalanya gundul tak berambut.
92.PENDETA : Kenyataan ini membenarkan desas-desus selama ini. Gerbang Rashomon ini telah menjadi tempat pembuangan mayat-mayat. Pantas orang-orang takut mendekati kemari. Apalagi kalau malam hari di tengah hujan lebat seperti ini.
93. PENEBANG KAYU: Sebagian besar mayat-mayat itu, mayat-mayat perempuan. Entahlah dari mana mereka dibuang kemari. Barangkali saja mereka diperkosa lebih dulu sebelum dibunuh. Alangkah menyedihkan Tuan pendeta.
94. PENDETA : Benar. Alangkah menyedihkan. Tadinya mereka adalah makhluk-makhluk yang berharga. Tetapi sekarang, dibuang dan tergeletak seperti bangkai-bangkai busuk.
95. PENEBANG KAYU: Oh, ku kira pembunuhan yang ku saksikan di jalan raya ke Yamashima kemarin dulu sudah sangat mengerikan. Kiranya mayat-mayat di gerbang ini lebih mengerikan lagi.

(PEREMPUAN TUA, TIBA-TIBA MUNCUL DI GERBANG. DI TANGANNYA ADA SEGULUNG RAMBUT WANITA. IA TERKEJUT MELIHAT KEDUA ORANG ITU. IA MAU LARI KELUAR, TETAPI PENEBANG KAYU MENAHANNYA DENGAN KASAR)

96. PENEBANG KAYU :He, tunggu. Jangan lari. Siapa, siapa kau, ha! Apa kerjamu di dalam gerbang?
97. PEREMPUAN TUA : (TAKUT) Aku, aku mau mencari mayat anakku. Lepaskan aku!
98.PENEBANG KAYU :Mencari mayat anakmu, di tengah hujan lebat ini, sendirian? (MENGGELENG KEPALA) Tidak mungkin. Tentunya lebih baik kau tangguhkan hari esok.
99. PEREMPUAN TUA : (BERPURA-PURA) Aku sedih. Begitu sedihnya.
100.PENEBANGKAYU :Bohong! Tentu ada maksud lain... He, lihat apa yang kau genggam itu! (MERAMPAS GULUNGAN RAMBUT) Rambut, rambut wanita.... Rambut mayat-mayat di dalam sana. Tentu ini saja kerjamu selama ini, ha! Pantas mayat-mayat itu terkapar gundul dengan kepala tak berambut. Ha, kau datang ke sini malam-malam, lalu mencabuti rambut-rambut mereka untuk...
101. PENDETA :Untuk dijual. Di kota sangat berharga. Aku mengerti. Oh, betapa rendahnya budi manusia... Bangkai mayat yang telah terkapar masih bisa diperkosa...
102. PEREMPUAN TUA :(TAKUT) Aku terpaksa. Kemiskinan telah memaksa aku untuk...
103. PENEBANG KAYU:(MARAH) Oh, kau lebih kejam dari pembunuhnya. (MENDORONG TUBUH PEREMPUAN TUA) Perempuan tua seperti kau tak perlu mengotorkan dunia lebih lama lagi. (MENGANGKAT KAMPAK) Akan kusudahi derita kemiskinanmu.
104. PEREMPUAN TUA :(MENANGIS) Jangan, jangan... Kasihani orang tua.
105. PENDETA : (MENCEGAH) Jangan, jangan ikut-ikutan jadi pembunuh. Biarkan dia hidup. Dunia tidak juga akan bersih dengan membunuhnya. Nah, pergilah kau, lekas...!
106. PEREMPUAN TUA : (MEMBUNGKUK-BUNGKUK SAMBIL BERLALU)
Terima kasih, Tuan pendeta. Terima kasih.
107. PENEBANG KAYU:(BERSIMPUH) Oh, Tuan pendeta telah mencegahku dari ikut-ikutan membunuh. Tangan ini nyaris menjadi tangan pembunuh. (TERHARU) Oh, tidak akan... Mayat-mayat di dalam sana telah merangsang jiwaku, Tuan pendeta.
Tuan pendeta, apakah dosa mereka, sehingga mereka harus mengakhiri hidup dengan begitu memilukan?
108. PENDETA :Budi manusia sudah demikian kotornya. Perbuatan dosa telah menjadi pekerjaan sehari-hari. Sekarang pengertian dosa telah kabur. Oh, tak mungkin kita bertanya-tanya tentang dosa lagi.
109. PENEBANG KAYU :Maksud Tuan pendeta, perikemanusiaan telah hilang? Oh, kalau demikian kita tidak akan menemukan kedamaian lagi?
110. PENDETA :Benar sekali. Kita telah menjadi makhluk-makhluk yang kesepian. Sepi, karena kita merindukan keluhuran dan kemanusiaan. Kita berada di dalam sepi itu terus-menerus.
111. PENEBANG KAYU: (BERDIRI) Kejadian-kejadian yang ku saksikan sendiri ini tak akan dapa ku lupakan. Pembunuhan di jalan ke Yamashina, mayat-mayat busuk di menara gerbang tua Rashomon dan perempuan tua itu.
112. PENDETA :Dan kejadian-kejadian itu barulah sekelumit dari rangkaian yang sejenis, yang terjadi di dunia. Rangkaian dari yang telah terjadi dan akan terjadi terus-menerus. Besok atau lusa, tak ada yang tahu.
113. PENEBANG KAYU :Gerbang tua ini menimbulkan mimpi yang buruk. (MELIHAT KE LUAR) Nah, hujan telah reda, Tuan pendeta. Baiknya kita segera meninggalkan gerbang ini. (IA BERSIAP-SIAP) Aku tentu telah lama dinantikan oleh anak-anakku di rumah. O ya, satu lagi, Tuan pendeta. Bagaimana anak-anak itu kan dapat hidup di tengah dosa-dosa dunia ini tanpa meracuninya?
114. PENDETA : Mereka lebih baik tidak pernah dilahirkan?
115. PENEBANG KAYU: Oh, tidak. Jika demikian, aku harus segera menyelamatkan mereka. (IA BERLATI-LARI-MENGHILANG)
116. PENDETA :Berapa sepinya manusia ini. Pembunuhan terjadi di mana-mana. Dan tak usah kita bertanya-tanya lagi, siapakah pembunuhnya? Orang begitu gampang membunuh. Dan begitu gampang pula membuat alasan-alasan bagi pembunuhan itu.

(PELAN-PELAN PENDETA BERJALAN PERGI. DAN PELAN-PELAN LAYAR TURUN)


Ket:
mementaskan naskah ini seizin penulis atau Johan A. Nasution (penejemah)


Diketik ulang oleh Kelompok Peron Surakarta
2 Desember 2007

Rashomon

RASHOMON

Karya: Rynosuke Akutagawa
(Diangkat, ditulis untuk karya pentas oleh: Djohan A. Nasution)

Play ini kutulis berdasarkan 2 cerpen Rhinosuke Akutagawa (1892-1927) yakni: Rashomen dan Pepohonan. Keduanya diangkat dari salah satu episode Kenyaku Monogatori (kisah-kisah lama dan baru). Ada kutemukan persamaan di dalam kedua cerpen ini, yakni: sama-sama berpangkalan humanisme, sebagaimana aku menanggapi dasar jiwa si pengarang. Inilah alasan yang kuat untuk mendorongku menggabungkan keduanya dalam play ini, di samping alasan-alasan lain. Aku kurang tahu apakah cerita dalam filmnya disusun dengan alasan ini juga. Namun filmya ku tonton dan ku harap play ini dapat pula berhasil diangkat ke dalam teater (Djohan A. Nasution)

Pemeran:
1. Kanazawano Takehiko (Suami, samurai dari Kekufu, umur 26 tahun)
2. Mesage (Istri, umur 19 tahun)
3. Tajomaru (Penjahat)
4. Pendeta Budha
5. Penebang kayu
6. Perempuan tua

Setting dikehendaki yang sugestif saja. Apabila dilatar ada stilasi balok bubungan gapura tua. Rashomon di Kyoto, ketika masih jadi ibu kota Jepang (780 M) itu hanya dimaksud untuk memberikan kesan orisinilitet dari cerita dimana play ini disadur. Namun cerita ini universil, bisa terjadi di mana-mana.

DI UP-STAGE TELAH DUDUK BERSILA TIGA ORANG PEMERAN, TAKEHIKO, MESAGE, DAN TAJOMARU. SIKAP DIAM. KELIHAAN SAMAR-SAMAR. KEDENGARAN SUARA HUJAN, SIUTAN ANGIN, DAN SESEKALI SUARA GURUH. PENEBANG KAYU MASUK BERLARI-LARI. DALAM BASAH.

1.PENEBANG KAYU: Hujan tak mau berhenti juga. Jahanam! Aku terpaksa berteduh di sini (pause). Ini tempat tak aman. Aku dengar gapura ini sekarang jadi sarang pencuri dan perampok. Hah, kalau begitu aku harus berhati-hati, siapa tahu ada yang bermaksud jahat padaku.
(MEMPERBAIKI LETAK KAPAKNYA)
Ini benar-benar tempat seram. Aku dengar mereka membawa mayat-mayat ke sini untuk dibuang. Kalau siang kawanan burung-burung gagak masuk ke sini untuk menghabiskan sisa bangkai. Entah dari mana, mereka terbang berputar-putar di sekitar balok bubungan gapura. Heran, belakangan ini gagak-gak itu tak kelihatan, heran... barangkali hari ini karena hujan sejak pagi atau larutnya waktu. Haaaaa!
(IA MELOMPAT TIBA-TINA KARENA KAGET ADA ORANG DATANG)
Siapa kau? Bersuara! Bersuara! Kalau tidak... kau kubunuh!
2. PENDETA :Aku pendeta. Jangan bunuh Aku.
3. PENEBANG KAYU:Hah, jahanam. Aku kira hantu atau perampok. Eh...maafkan aku tuan pendeta. Tak ada yang paling kejam, kalau pendeta pun sempat terbunuh.
4. PENDETA :Ku maafkan kau. Memang wajar kau memaksa takut. Sendirian di tengah hujan, di gapura sepi seperti ini...
5. PENEBANG KAYU:Tuan pendeta, aku hanya seorang penebang kayu. Aku sungguh takut...tapi aku terpaksa berteduh di sini. Hujan tak mau reda dari tadi.
6. PENDETA :Kalau begitu kita berdua senasib. Aku juga terpaksa berteduh di sini. Sebenarnya aku lagi dalam perjalanan menuju kuil Shimizu. Ketika tiba-tiba di jalan hujan turun dengan lebat sekali.
7. PENEBANG KAYU :Mudah-mudahan. Dulu memang gapura Rashomon ini dikunjungi orang baik-baik. Aku masih ingat. Tapi sekarang, entahlah, betapa mudahnya orang jadi peramok dan pembantu. Gapura ini pun tidak luput dari sarang penjahat.
8. PENEBANG KAYU :Benar tua pendeta. Belakangan ini banyak terjadi kejadian-kejadian yang mengerikan. Di mana-mana terdengar telah terjadi pembunuhan. Dan perampok-perampok berkeliaran di mana-mana, di sekitar kota Kyoto ini. Mereka merajalela.
9. PENDETA :Aku dengar, baru-baru ini seorang istri yang pergi ziarah ke kuil Toribe, di gunung Pindera telah dibunuh bersama-sama gadisnya dengan kejam sekali. Apakah kabar itu benar?
10. PENEBANG KAYU:Benar sekali, tuan pendeta. Ah, betapa kejinya pembunuh itu. Hiiii!! Dan kemarin terjadi lagi pembunuhan. Kira-kira 150 meter dari jalan raya ke Yamashima, di dalam semak-semak pepohonan, sebuah mayat terlantar tak bernyawa lagi... Oh, ngeri sekali...dan lebih ngeri lagi karena akulah orang yang pertama-tama menjumpai mayat itu...
11. PENDETA :Jadi, kaulah penebang kayu yang menemukan mayat lelaki itu di dalam semak-semak kemarin?
12. PENEBANG KAYU:Benar, tuan pendet. Akulah yang menemukan mayat itu. Seperti biasanya pagi-pagi aku sudah pergi ke hutan untuk menebang sejumlah pohon Ru. Tiba-tiba kulihat semak-semak yang luruh terinjak-injak, lalu ku temukan seutas tali pada akar pohon Ru, lalau sebuah sisir... Hanya itu dan tak ku temukan benda-benda lainnya, pedang juga tidak. Dan selagi aku berpikir benda-benda itu kepunyaan siapa, tiba-tiba aku lihat mayat itu terlentang rata. Aku menjerit ngeri dan hingga sekarang bila kuingat, bulu romaku berdiri. Hiii...! dari sinar matahari yang menembus daun-daun pepohonan, samar-samar ku lihat mayat lelaki itu pakai Kimono sutera kebiru-biruan dan bertudung kumal gaya Kyoto
13. PENDETA :Benar, itulah pakaian lelaki itu. Aku tahu, karena kemarin dulu sebelum ia terbunuh aku masih sempat melihatnya. Ketika itu tengah hari yang panas. Aku berpapasan dengan dia di jalan dari Sekiyama ke Yamashina.
14. PENEBANG KAYU:Kasihan sekali. Satu tikaman pedang telah menembus dadanya. Daun bambu yang luruh di sekitarnya dinodai bintik-bintik darah. Tidak, darahnya tak mengalir lagi. Luka telah kering agaknya. Lagi pula seekor lalat gajah lengket erat di situ, nyaris terbang karena langkahku. Oh, kasiha sekali. Tentu tadinya ia seorang lelaki yang bahagia.
15. PENDETA :Memang ia seorang lelaki yang bahagia. Ketika aku berpapasan, ku lihat ia melangkah girang menuntun kudanya yang ditunggani oleh seorang perempuan muda. Belakangan aku btahu, perempuan itu istrinya. Dari kepala istrinya tergantung cadar, hingga mukanya tak ku lihat. Yang ku lihat hanya warna pakaiannya, warna lembayung. Kudanya merah coklat, bersurai indah. Dan tinggi si wanita... O, kira-kira empat kaki lima inci. Karena aku pendeta budha, tentu tak ku perjatikan dia lebih teliti.
16. PENEBANG KAYU:Tentulah perempuan itu cantik dan manis. Sayang, aku tak melihat ia di semak-semak itu. Barangkali ia telah lari... nah, aku memang tidak menemukan siapa-siapa di sana kecuali seutas tali, sisir, dan mayat lelaki tua itu. Aku tak menemukan kudanya yang bersurai indah seperti tuan pendeta. Tidak... Bagi manusia sudah cukup sulit ke situ, apalagi bagi kuda.
17. PENDETA :Kalau begitu kau juga tidak menemukan pedang, busur, dan panah-panahnya? Oh, tentu ada seseorang yang telah mengambilnya. Mungkin pembunuhnya sendiri. Aku lihat sendiri, lelaki yang malang itu bersenjatakan pedang, busur dan panah. Ada kurang lebih dua puluh panah cadangan dalam wadahnya, ia seorang samurai dari Kokufu.
18. PENEBANG KAYU:Tidak, aku tidak menemukan senjata-senjata itu. Tapi rupanya sebelum dibunuh, ia telah bertempur, sebab rumput dan daun-daun bambu yang gugur itu terinjak-injak di sekelilingnya. Tapi bagaimana kejadiannya yang sebenarnya, entahlah... kalu benar demikian, tentulah sebagai ksatria ia tidak mau menyerah begitu saja.
19. PENDETA :Tak ku sangka, dia akan mengalami nasib demikian. Benarlah hidup insani lekas lenyap laksana embun pagi atau sambaran kilat...
(SUARA HUJAN DAN GURUH SEMAKIN KERAS)

20. PENEBANG KAYU :Oh, hujan semakin deras. Tampiasnya mengenai kita. Kita harus masuk ke dalam, berlindung. (IA BERSIN)
21. PENDETA :Angin terlalu keras. Kita akan baah lembab di sini. Mari, di sana tadi kulihat ada tangga yang menuju ke menara gapura di atas. Mari!

(KEDUANYA MASUK –OUT)
(TAJOMARU BERDIRI LALU MAJU)

22. TAJOMARU :Benar, akulah yang telah membunuh lelaki itu. Aku Tajomaru, bajingan yang terkenal di antara perampok-perampok yang berkeliaran di Kyoto. Dan karena soalnya sudah memuncak, baiklah tak akan ku rahasiakan lagi. Bagiku, membunuh bukanlah soal yang membawa akibat besar seperti yang tuan-tuan sangka. Pekerjaan ini adalah pekerjaan yang enteng saja. Tetapi, apakah aku satu-satunya orang yang suka membunuh? Tidak, tuan-tuan. Tuan-tuan juga suka membunuh orang, ya.. memang tuan-tuan membunuh tidak mempergunakan pedang. Tapi tuan-tuan membunuh dengan kuasamu, dengan uangmu. Bahkan kadang-kadang tuan-tuan bunuh orang dengan alasan hendak mencari kebaikan baginya. Memang benar, mereka tak luka mengucur darah. Mereka sesehat-sehatnya, namun tuan-tuan tetap membunuhnya, apa bedanya? Memang sulit untuk mengatakan siapa yang lebih berdosa, aku atau tuan-tuan. (MELUDAH KEJI)
Sekarang polisi telah menangkapku, ketika aku terjatuh dari kuda di jembatan Awataguchi. Oh, kuda sial itu! Mereka menyikasa aku. Tapi ingatlah, siksaan bagaimanapun tidak akan membuatku mengaui apa yang tidak ku ketahui. Aku tahu, kepalaku akan digantung dengan rantai, jadi jatuhkan saja padaku hukuman seberat-beratnya. Gantung saja! Gantung! (MENANTANG)
Baiklah, baik... Ini pengakuanku... Siang itu aku lagi duduk bersila di tepi jalan ke Yamashima, menunggu mangsa rampokan, ketika tiba-tiba ke dengar ringkik kuda...
(IA DUDUK BERSILA, DENGAN PEDANG DI PANGKUANNYA. PEMERAN TAKEHIKO DAN MESAGE BERDIRI DI BELAKANG. LALU MENGHILANG. SUARA RINGKIK KUDA TERDENGAR. TAJOMARU SEGERA BERDIRI MENGAMATI DATANGNYA SUARA. IA TERTAWA SENANG)
Suara kuda...eh, ada orang datang ke sini. Baik ku amat-amati. Oh, seorang lelaki muda dan perempuan itu tentu istrinya. Kudanya merah coklat dan surainya indah sekali. Tetapi, lebih cantik lagi istrinya itu. Oh, Dewa! Cadar wajahnya diangkat angin. Oh, alangkah cantiknya dia. Suci dan halus seperti Bodhisatwa. Eh, heran...perasaan apa ini. Rasanya aku ingin memiliki perempuan itu. Kalau begitu baik, akan aku tangkap saja dia. Tetapi itu berarti aku harus lebih dulu membunuh suaminya. Baiklah, kubunuh saja suaminya, asal aku bisa memperolehnya. Nah, itu hanya perkara gampang. Tapi...lebih baik kalau ku tangkap perempuan itu tanpa membunuhnya suaminya. Kalau begitu, akan ku coba menipu suaminya itu...
(TAKEHIKO DAN MESAGE MASUK- IN)

23. TAJOMARU :Selamat siang, Tuan...
24. TAKEHIKO :Selamat siang. Oh, tidak kami sangka di jalan yang sunyi ini akan bertemu dengan saudara.
25. TAJOMARU :Aku Tajomaru, penduduk di sekitar sini. Tentunya Tuan sedang dalam perjalanan ke Yamashima.
26.TAKEHIKO :Benar sekali. Tapi kami ingin istirahat sebentar. Di sini dingin karena pepohonan yang lebat. O, ya. Kuda kami di sana diikat, tak mengapa bukan?
27. TAJOMARU :Istirahatlah, Tuan sejenak. Tempat ini paling baik buat istirahat. Dan tentang kuda, biarkan saja ia mengunyah rumput sesukanya. Ya, ya bagus. Lihatlah betapa senangnya kuda itu.
28. TAKEHIKO :Kami tak menyangka akan bertemu dengan orang ramah dan baik. Kami senang sekali bertemu dengan Saudara.
29. TAJOMARU :Aku senang juga. Bahkan, kalau tidak keberatan, aku bersedia menemani Tuan selama dalam perjalanan ini.
30. TAKEHIKO :Terima kasih. Kami tentu tidak keberatan.
31. TAJOMARU :Orang-orang yang lewat di sini selalu ku temani. O, ya. Tentu tuan seorang samurai. Tuan memilki pedang yang bagus, busur, dan panah. Boleh ku lihat?
32. TAKEHIKO :(MENYERAHKAN PEDANGNYA) Boleh. Aku dari Kokufu di provinsi Wakasa. Rupanya Saudara tertarik kepada pedangku?
33. TAJOMARU :(MENGEMBALIKAN PEDANG) Pedang itu mengingatkan aku kepada pedang-pedang yang ku simpan dalam pepohonan di balik gunung sana. Pedang-pedang kuno yang bagus-bagus dan banyak lagi cermin-cermin yang indah.
34. TAKEHIKO :Ha? Pedang dan cermin yang bagus-bagus. Barang-barang yang begitu berharga, dari mana kau peroleh? Dan di balik gunung mana kau pendam?
35. TAJOMARU : Sebulan yang lalu ku temui sebuah tanggul tua di gunung sebelah sana. Aku berpikir tentu di dalamnya ada tersimpan harta karun. Segera tanggul tua itu ku gali dan benarlah, aku menemui banyak cermin dan pedang yang bagus-bagus, lebih bagus dari pedang Tuan. Lalu barang-barang itu ku pendam dalam pepohonan di balik gunung itu juga.
36. TAKEHIKO :Bodoh. Mengapa barang-barang itu dipendam? Orang banyak mau membelinya. Di kota barang-banrang itu laris dalam sejejap saja.
37. TAJOMARU :Selama ini aku memang tidak tahu. Tetapi sekarang aku ingin menjualnya kepada siapa saja yang mau membelinya. Biarlah ku jual dengan harga murah saja.
38. TAKEHIKO :Kalau begitu biarlah aku saja yang membelinya. Nah, sekarang juga tunjukan kepadaku tempat barang-barang itu. Biarlah ku lihat dulu.
39. TAJOMARU :Baik, sekarang juga kita ke gunung sana. Mari, ikuti aku... (IA BERJALAN)
40. MASAGE :Takehiko! Kita harus membawa kuda ke sana. Aku kuatir kepada kuda itu.
41. TAJOMARU :Oh, jangan kuatir. Biarkan kuda itu di sana. Pepohonan terlalu lebat untuk dapat dimasuki kuda. Ayolah. Jangan sampai terlalu sore kita sampai di sana.
42. MASAGE :Takehiko! Aku sangsi...Mungkin aku tidak dapat berjalan kaki ke sana.
43. TAJOMARU :Apa katanya? Sulit berjalan kaki ke sana?
44. TAKEHIKO : Kalau begitu, baiklah kau tinggal saja di atas kuda. Jangan kuatir, tak ada apa-apa. Sebentar aku pasti kembali. Barang-barang itu begitu mahal harganya! Nah, pergilah sayang.

(MASAGE BERJALAN KELUAR- KE ARAH KUDA)

45. TAJOMARU :(SENANG) begitu lebih aman baginya. Nah, sekarang ayolah pergi dari sini. Lihat, di bawah pohon Ru itu.

(KEDUANYA BERJALAN BEBERAPA LANGKAH. TETAPI TIBA-TIBA TAJOMARU MENYERGAP TAKEHIKO DARI BELAKANG. MEREKA BERGULINGAN-AKHIRNYA TAKEHIKO TAK BERDAYA. TAJOMARU MENGIKAT TAKEHIKO DENGAN TALI YANG SELALU DIBAWANYA. TAKEHIKO LELAKI YANG MALANG ITU BERTERIAK DAN MERONTA-RONTA)

46. TAKEHIKO : Bangsat! Penipu! Tolong!
(TAJOMARU MENYUMBAT MULUT TAKEHIKO DENGAN DAUN-DAUN BAMBU YANG GUGUR. TAKEHIKO TINGGAL MERONTA-RONTA. MELIHAT ITU, TAJOMARU MELOMPAT-LOMPAT TERTAWA KEGIRANGAN)
47. TAJOMARU :Karena tamak, kau tinggalkan istrimu sendirian di sana. Tamak, tapi bodoh. Nah, tertipu kau! Aku sama sekali tidak punya pedang dan cermin-cermin. Lalu tentang istrimu. (TERTAWA KERAS). Rencanaku berhasil. Aku akan dapat memilikinya dengan bebas tanpa terlebih dahulu membunuhnmu. Akan ku katakan padanya, bahwa kau tiba-tiba sakit keras di sini. Tentu dia percaya dan mau menurut bersamaku kemari. Nah, sekarang ia akan aku jemput.
(TAKEHIKO MERONTA-RONTA. TAJOMARU BERLARI-LARI KECIL KELUAR, KEMUDIAN MASUK LAGI MENGGANDENG MASAGE YANG TELAH MEMBUKA TOPI CADARNYA)
48. MASAGE :(TERKEJUT) Takehiko! Mengapa? Oh...
(IA MENCABUT PEDANG KECILNYA LALU MENIKAM TAJOMARU)
Bajingan! Penipu! Nah, ku bunuh kau...

(TAJOMARU MENGELAK, SAMBIL TERTAWA MENGEJEK. TETAPI TIBA-TIBA TAJOMARU DAPAT MENANGKAP TANGAN MASAGE. PEDANG PENDEK ITU TERJATUH. LALU DENGAN MERONTA-RONTA TAJOMARU MENYERET MASAGE KE BALIK SEMAK-SEMAK DI BELAKANG. JERITAN MASAGE MENGHILANG. TAKEHIKO YANG TERIKAT HANYA MEMANDANG JIJIK KE ARAH SEMAK-SEMAK ITU. TIDAK BEBERAPA LAMA KEDUANYA KEMBALI. TAJOMARU TERTAWA)

49. TAJOMARU :Terima kasih. Aku puas sekali karena keinginanku telah dapat kupenuhi daripadanya, tanpa mencabut nyawa kau, suaminya. Dan tanpa mencabut nyawanya sendiri. Nah, sekarang aku pergi.

(TAJOMARU MAU MELANGKAH, TETAPI MASAGE MENANGIS TERSEDU-SEDU DAN MENGGAYUT TANGAN TAJOMARU, SEPERTI ORANG GILA)

50. MASAGE :(TERSEDU-SEDU) tajomaru, dengarkan aku. Aku telah cemar. Dan kecemaranku telah disaksikan sendiri oleh dua lelaki, kau dan suamiku. Ini adalah lebih menyakitkan daripada kematian. Oleh karena itu, aku minta....
51. TAJOMARU :Kau minta supaya aku atau suamimu mati, he?
55. MASAGE :(MENGANGGUK) Ya, karena tak mungkin keduanya harus hidup. (TERENGAH-ENGAH) Tajomaru, dengarkan aku. Aku bersedia jadi istri siapa saja, di antara kalian yang masih hidup.

(TAJOMARU TERCEKAM MENDENGAR KATA-KATA ITU. IA MENATAP DALAM-DALAM KE WAJAH MASAGE, LALU BERPALING KEPADA TAKEHIKO YANG TERIKAT)

56. TAJOMARU :Dengarlah, masa depan perempuan ini harus diselamatkan. Oleh karena itu, salah seorang di antara kita harus mati. Dia benar.. (TAJOMARU MELOMPAT KE ARAH TAKEHIKO) Soal ini bukan hanya sola nafsu birahi bagiku. Kalau demikian, aku lebih baik lari saja dari sini ranpa menodai pedangku dengan darah pembunuhan. Tapi, coba kau lihat matanya, aku tak tahan menatapnya. Dengarkan, aku ingin memperistrikan dia, juga andaikata aku harus mati disambar petir. Karena itu aku terpaksa membunuhmu. Tapi aku Tajomaru, lelaki yang bukan pengecut. Aku tidak akan membunuh orang yang sedang terikat.

(DENGAN UJUNG PEDANG TAJOMARU MELEPASKAN IKATAN TANGAN TAKEHIKO. TAKEHIKO SEGERA MENGHUNUS PEDANGNYA, LALU MELOMPAT DENGAN GANAS. PERTARUNGAN PUN SEGERA TERJADI. DENGAN TIKAM YANG KEDUA PULUH TIGA, BARULAH TAKEHIKO GUGUR. TAJOMARU MENGANGKAT PEDANGNYA YANG BERLUMUR DARAH DAN BERPALING KE TEMPAT MASAGE. TETAPI PEREMPUAN ITU SUDAH MENGHILANG. DICARINYA, TAPI TAK KELIHATAN)
(MELUDAH JIJIK) Kurang ajar! Perempuan itu sudah lari ketika kami orang lain. Kalau begitu, ini soal hidup atau mati bagiku. Baik, kutinggalkan tempat sial ini cepat-cepat.

(TAJOMARU MENGAMBIL PEDANG DAN BUSUR TAKEHIKO, LALU LARI KE ARAH KUDA)

(PENTAS BERANGSUR MENJADI HINGAR GELAP. DAN KETIKA TERANG KEMBALI, MESAGE TELAH MUNCUL DI DEPAN. DALAM SAMAR-SAMAR DI BELAKANG, DUDUK BERSILA DIAM TAKEHIKO DAN TAJOMARU)
57. MASAGE :(TERSEDU) Tuan, apalagi yang dapat ku buat? Telah kutikam kerongkonganku dengan pedang kecil, telah kulemparkan diriku dalam kelam di kaki gunung, dan telah kucoba bunuh diri dengan banyak cara lagi. Tetapi aku tak punya tenaga untuk mati. Aku tak mampu mengakhiri nyawaku, aku masih hidup dalam kecemaran. Aku yang tak berguna ini tentu telah ditinggalkan oleh Dewi Kwannon yang paling ramah. Karena itu... Inilah pengakuanku dan inilah juga siksaan batinku. Aku telah diperkosa oleh perampok itu dan aku sendiri yang telah membunuh suamiku... (SEDU-SEDAN MENGERAS LALU HILANG BERANGSUR-ANGUR)

(PENTAS KEMBALI GELAP. DAN SETELAH ITU MUNCUL SOSOK TAKEHIKO DALAM TANGAN TERIKAT, LALU MUNCUL TAJOMARU MENGGANDENG MASAGE DARI BELAKANG. TAJOMARU TERTAWA KERAS MENGEJEK)

58. TAJOMARU :Terima kasih. Aku puas sekali karena telah dapat memenuhi nafsuku, tanpa mencabut nyawaku, suaminya. Dan tanpa mencabut nyawanya. Pedangku tak perlu berlumuran darah. (TERTAWA). Semua ini bisa terjadi karena ketololanmu, kawan. Kau tamak sekali dan terkicuh dengan omonganku. Istrimu kau biarkan sendirian, sehingga aku bebas memperkosanya.

(TAKEHIKO MERONTA-RONTA TERSIKSA BATINNYA)

59. MASAGE : Takehiko! Maafkan aku....

(IA BERLARI KE ARAH TAKEHIKO. TAJOMARU MEMUKUNYA DENGAN KERAS, SEHINGGA TERJATUH)

60. TAJOMARU : Bodoh! Kau tentunya tidak perlu memperhatikan dia lagi.
61. MASAGE : (MENATAP MATA SUAMINYA) Takehiko, maafkan aku. Kau marah? Sedih? Oh.... tidak, tidak. Jangan melihat kepadaku begitu. (MUNDUR BERDIRI) Sinar matamu dingin dan jijik. Takehiko, jangan, jangan! (IA MENJERIT LALU JATUH PINGSAN)
62. TAJOMARU :(MELUDAH JIJIK) Cih! Ini tempat sial. Bagus aku enyah saja dari sini. (IA MERAMPAS PEDANG, BUSUR, DAN PANAH LALU MENGHILANG)
63. MASAGE :(SADAR, LALU BANGKIT TERHUYUNG-HUYUNG MENDEKATI SUAMINYA)
Takehiko, dengarlah baik-baik. Karena beginilah nasib kita, aku tak mungkin dapat hidup lagi bersamamu. Aku ditakdirkan untuk mati, tapi kaupun harus mati juga. Telah kau saksikan sendiri kecemaranku, maka tak dapat kubiarkan kau hidup seperti sekarang...Kita berdua harus mati, Takehiko...

(TAKEHIKO MASIH MENATAP DINGIN DAN MUAL. MASAGE MANGGAPAI-GAPAI MENCARI SUAMINYA. TAPI HANYA PEDANG PENDEKNYA YANG DIDAPAT. DIHUNUSNYA PEDANG ITU DAN DIANGKATNYA KE ATAS KEPALANYA)

64. MASAGE :Takehiko, sekarang berikan nyawamu kepadaku. Kemudian aku akan segera menyusulmu...
65. TAKEHIKO :(KOMAT-KAMIT MENANTANG DENGAN PENUH KEBENCIAN)
Bunuh aku! Bunuh aku...!!!
66. MASAGE :Takehiko, maafkan aku. Aku harus membunuhmu, harus! (ANTARA SADAR DAN TIDAK, MESAGE MENUSUKKAN PEDANG KECIL ITU KEPADA TAKEHIKO. MASAGE TERSIMPUH LEMAH DI DEPAN SUAMINYA YANG MALANG ITU. LALU DENGAN SEDU YANG DITAHAN-TAHAN IA BERDIRI CEPAT MEMBUKA TALI IKATAN)
Nah, sekarang tibalah saatnya. Aku menyusulmu...

(PEDANG ITU DIACUNGKANNYA KE ATAS, LALU TIBA-TIBA IA BERBALIK DAN MENIKAM LEHERNYA. PEDANGNYA TERJATUH. SAMBIL MENANGIS IA SEGERA BERLARI KE LUAR- MENGHILANG)

(PENTAS KEMBALI GELAP. KEMUDIAN BERANGSUR MUNCUL PEMERAN TAKEHIKO DI BELAKANG DUDUK DALAM SAMAR-SAMAR TAJOMARU DAN MASAGE)

67. TAKEHIKO : Tuan memanggil saya? Nah, inilah saya. Roh, Kanazawano Takehiko, roh suami perempuan itu. Apa? Tuan sudah mengetahui pengakuan perempuan dan perampok itu? Bukan, bukan begitu. Tuan boleh percaya atau tidak. Mula-mula perempuan itulah yang menyuruh perampok itu membunuh saya, tetapi bajingan itu tidak melakukannya. Terkutuklah perempuan itu dan kalau sekarang saya ingat, maka seakan saya hendak jatuh terpelanting ke dalam jurang kegelapan tak berdasar. Pernahkah hal sedahsyat itu keluar dari mulut manusia? Pernahkah, biarpun sekali saja, kata-kata terkutuk demikian melecut telinga manusia? Biarpun sekali saja... Hei, terkutuk! (TERIAKAN MENGHINA)
Tuan, sebenarnya akulah yang membunuh diriku. Dan inilah seluruh pengakuanku....

(PENTAS KEMBALI GELAP. PEMERAN-PEMERAN BERPENCAR. DAN KETIKA PENTAS KEMBALI TERANG, TAKEHIKO TERBELENGGU. TAJOMARU DAN MASAGE MASUK BERGANDENGAN TANGAN DENGAN MESRA)

68. TAJOMARU :Dengarlah baik-baik, aku telah memperkosamu secara kasar. Tetapi percayalah, hal itu terjadi karena dorongan cintaku kepadamu. maafka aku, sayang!
69. MASAGE : Cinta? Adakah di balik tubuhmu yang kasar tersimpan cinta yang tulus?
70. TAJOMARU :Begitulah. Soal ini bagiku bukanlah sekedar soal nafsu birahi, tetapi lebih dari itu, soal cinta yang tulus. Karena cinta itulah memungkinkan hal ini terjadi. Dan jika tidak karena cinta, sekarang juga aku akan segera pergi setelah memperkosamu.
(TAKEHIKO MERONTA-RONTA, MENGEDIP-NGEDIPKAN MATANYA)

71. MASAGE : Jangan pergi, jangan pergi! Kau harus bertanggung jawab.
72. TAJOMARU : Aku tidak akan pergi. Aku akan menadampingimu terus- menerus. Karena kau cantik sekali. Kau seperti Bodhisatwa, begitulah waktu aku pertama kali melihat wajahmu. Ketika cadarmu terbuka ditiup angin, aku pastikan bagaimanapun kau harus jadi milikku.

(TAKEHIKO TERBAKAR OLEH AMARAH DAN IRI HATI)
73. MASAGE : Tidak pernah ke dengar pujian begitu indah dari lelaki. Juga tidak dari suamiku.
74.TAJOMARU :Begitu juga aku. Aku selalu melihat kejam kepada siapapun. Bagiku membunuh adalah soal yang enteng. Tetapi setelah aku melihat kau, perasaanku yang tumpul menjadi halus. Saat ini aku dapat memberikan arti tertentu atas bias sinar matahari yang menari-nari di atas daun-daun itu, kicau burung yang merdu.

75. MESAGE : (MENUNJUK KE TAKEHIKO) Aku telah punya suami...
76. TAJOMARU :Dengarkan, sekali kehormatan ternoda, kau tak bakal berbalik lagi dengan suamimu. Oleh karena itu, sebaiknya kau menjadi istriku sajalah. Demi cintaku, aku telah berlaku kasar kepadamu.
77. MASAGE :Memang aku tak mungkin berbalik lagi dengan suamiku. Ia telah menyaksikan sendiri bagaimana aku ternoda. Tak mungkin... (TERSEDU-SEDU) Oleh karena itu, kuserahkan diriku kepadamu. bawalah aku ke mana pergimu.

78. TAJOMARU : (MENARIK TANGAN MASAGE) Nah, sekarang juga kita pergi. Mari kita tinggalkan saja dia begitu.
79. MASAGE : Tidak, kita tidak mungkin pergi kalau dia masih hidup. Ia harus mati. Bunuh dia! Aku tak mungkin kawin dengan kau selama ia masih hidup. Bunuh dia! Bunuh!
80. TAJOMARU : Aku ingin memperistrimu, tapi...
81. MASAGE :(MENGGAYUT TANGAN TAJOMARU) Bunuh dia! Bunuh dulu dia! Bunuh! (HISTERIS)
82. TAJOMARU :Tidak, tidak! (IA MEMUKUL MASAGE SAMPAI RUBUH) Oh, tidak mungkin. Istrinya telah ku nodai. Aku tak sanggup untuk membunuhnya.
83. MASAGE :(HISTERIS) Bunuh, bunuh dia! Bunuh dia, bunuh!
84.TAJOMARU :(MENYILANGKAN TANGAN, MENDEKARI TAKEHIKO) Ingin kuapakan dia? Dibunuh atau diselamatkan? Cukup dengan mengangguk saja. Bunuh!

(MASAGE MENJADI BIMBANG. KEMUDIAN TIBA-TIBA IA BANGKIT LALU LARI MENGHILANG. TAJOMARU TAK DAPAT MENANGKAP TANGANNYA)

85. TAJOMARU : Kurang ajar! Ia tentu mencari bantuan. Cih!

(TAJOMARU MENGAMBIL PEDANG, BUSUR, DAN PANAH TAKEHIKO. MEMUTUS IKATAN TAKEHIKO)

86. TAJOMARU : Sekarang nasibku menyusul. Aku harus menghilang dari sini. (TAJOMARU MENGHILANG)
87. TAKEHIKO :(BERDIRI PELAN TERHUYUNG-HUYUNG) Heh, terkutuk! (MENJERIT) Terkutuk!

(MENDENGAR SUARANYA SENDIRI, KEMUDIAN MEMUNGUT PEDANG KECIL DAN MENGAMATINYA)

88. TAKEHIKO :Tak ada lagi kesetiaan. Kepercayaanku yang paling akhir telah sirna.

(PERLAHAN PEDANG ITU DITUSUKANNYA KE DADA. IA PUN RUBUH. CAHAYA BERPUTAR-PUTAR DALAM PANDANGANNYA. TIBA-TIBA SESOSOK TUBUH SAMAR-SAMAR MASUK MERANGKAK, LALU MENCABUT PEDANG ITU)
(PENTAS KEMUDIAN GELAP-SEPI)
(BEBERAPA SAAT KEMUDIAN PENTAS TERANG. SUARA GURUH DAN ANGIN DARI JAUH. TAKEHIKO, TAJOMARU DAN MASAGE DUDUK BERSIMPUH KEMBALI. SAMAR-SAMAR DALAM SIKAP DIAM. PENEBANG KAYU DAN PENDETA MUNCUL TERGESA-GESA. KEDUANYA MENUTUP HIDUNG)

89. PENEBANG KAYU : Hiii... Bau busuk. Tempat yang mengerikan ini. Kita harus cepat keluar dari sini. Ayo, aku tak ingin tinggal lebih lama di sini.
90. PENDETA : Tunggu. Hujan belum juga reda. Lihatlah keluar, masih hujan.
91. PENEBANG KAYU: Apa yang kita lihat di dalam tadi memang sungguh-sungguh mengerikan. Aku tak pernah melihatnya lagi. Mayat-mayat yang terserak di lantai membusuk begitu saja. Dengan tangan-tangan menjulur dan mulut-mulut yang terbuka kaku. Dan mayat-mayat tergeletak telanjang, kepala-kepalanya gundul tak berambut.
92.PENDETA : Kenyataan ini membenarkan desas-desus selama ini. Gerbang Rashomon ini telah menjadi tempat pembuangan mayat-mayat. Pantas orang-orang takut mendekati kemari. Apalagi kalau malam hari di tengah hujan lebat seperti ini.
93. PENEBANG KAYU: Sebagian besar mayat-mayat itu, mayat-mayat perempuan. Entahlah dari mana mereka dibuang kemari. Barangkali saja mereka diperkosa lebih dulu sebelum dibunuh. Alangkah menyedihkan Tuan pendeta.
94. PENDETA : Benar. Alangkah menyedihkan. Tadinya mereka adalah makhluk-makhluk yang berharga. Tetapi sekarang, dibuang dan tergeletak seperti bangkai-bangkai busuk.
95. PENEBANG KAYU: Oh, ku kira pembunuhan yang ku saksikan di jalan raya ke Yamashima kemarin dulu sudah sangat mengerikan. Kiranya mayat-mayat di gerbang ini lebih mengerikan lagi.

(PEREMPUAN TUA, TIBA-TIBA MUNCUL DI GERBANG. DI TANGANNYA ADA SEGULUNG RAMBUT WANITA. IA TERKEJUT MELIHAT KEDUA ORANG ITU. IA MAU LARI KELUAR, TETAPI PENEBANG KAYU MENAHANNYA DENGAN KASAR)

96. PENEBANG KAYU :He, tunggu. Jangan lari. Siapa, siapa kau, ha! Apa kerjamu di dalam gerbang?
97. PEREMPUAN TUA : (TAKUT) Aku, aku mau mencari mayat anakku. Lepaskan aku!
98.PENEBANG KAYU :Mencari mayat anakmu, di tengah hujan lebat ini, sendirian? (MENGGELENG KEPALA) Tidak mungkin. Tentunya lebih baik kau tangguhkan hari esok.
99. PEREMPUAN TUA : (BERPURA-PURA) Aku sedih. Begitu sedihnya.
100.PENEBANGKAYU :Bohong! Tentu ada maksud lain... He, lihat apa yang kau genggam itu! (MERAMPAS GULUNGAN RAMBUT) Rambut, rambut wanita.... Rambut mayat-mayat di dalam sana. Tentu ini saja kerjamu selama ini, ha! Pantas mayat-mayat itu terkapar gundul dengan kepala tak berambut. Ha, kau datang ke sini malam-malam, lalu mencabuti rambut-rambut mereka untuk...
101. PENDETA :Untuk dijual. Di kota sangat berharga. Aku mengerti. Oh, betapa rendahnya budi manusia... Bangkai mayat yang telah terkapar masih bisa diperkosa...
102. PEREMPUAN TUA :(TAKUT) Aku terpaksa. Kemiskinan telah memaksa aku untuk...
103. PENEBANG KAYU:(MARAH) Oh, kau lebih kejam dari pembunuhnya. (MENDORONG TUBUH PEREMPUAN TUA) Perempuan tua seperti kau tak perlu mengotorkan dunia lebih lama lagi. (MENGANGKAT KAMPAK) Akan kusudahi derita kemiskinanmu.
104. PEREMPUAN TUA :(MENANGIS) Jangan, jangan... Kasihani orang tua.
105. PENDETA : (MENCEGAH) Jangan, jangan ikut-ikutan jadi pembunuh. Biarkan dia hidup. Dunia tidak juga akan bersih dengan membunuhnya. Nah, pergilah kau, lekas...!
106. PEREMPUAN TUA : (MEMBUNGKUK-BUNGKUK SAMBIL BERLALU)
Terima kasih, Tuan pendeta. Terima kasih.
107. PENEBANG KAYU:(BERSIMPUH) Oh, Tuan pendeta telah mencegahku dari ikut-ikutan membunuh. Tangan ini nyaris menjadi tangan pembunuh. (TERHARU) Oh, tidak akan... Mayat-mayat di dalam sana telah merangsang jiwaku, Tuan pendeta.
Tuan pendeta, apakah dosa mereka, sehingga mereka harus mengakhiri hidup dengan begitu memilukan?
108. PENDETA :Budi manusia sudah demikian kotornya. Perbuatan dosa telah menjadi pekerjaan sehari-hari. Sekarang pengertian dosa telah kabur. Oh, tak mungkin kita bertanya-tanya tentang dosa lagi.
109. PENEBANG KAYU :Maksud Tuan pendeta, perikemanusiaan telah hilang? Oh, kalau demikian kita tidak akan menemukan kedamaian lagi?
110. PENDETA :Benar sekali. Kita telah menjadi makhluk-makhluk yang kesepian. Sepi, karena kita merindukan keluhuran dan kemanusiaan. Kita berada di dalam sepi itu terus-menerus.
111. PENEBANG KAYU: (BERDIRI) Kejadian-kejadian yang ku saksikan sendiri ini tak akan dapa ku lupakan. Pembunuhan di jalan ke Yamashina, mayat-mayat busuk di menara gerbang tua Rashomon dan perempuan tua itu.
112. PENDETA :Dan kejadian-kejadian itu barulah sekelumit dari rangkaian yang sejenis, yang terjadi di dunia. Rangkaian dari yang telah terjadi dan akan terjadi terus-menerus. Besok atau lusa, tak ada yang tahu.
113. PENEBANG KAYU :Gerbang tua ini menimbulkan mimpi yang buruk. (MELIHAT KE LUAR) Nah, hujan telah reda, Tuan pendeta. Baiknya kita segera meninggalkan gerbang ini. (IA BERSIAP-SIAP) Aku tentu telah lama dinantikan oleh anak-anakku di rumah. O ya, satu lagi, Tuan pendeta. Bagaimana anak-anak itu kan dapat hidup di tengah dosa-dosa dunia ini tanpa meracuninya?
114. PENDETA : Mereka lebih baik tidak pernah dilahirkan?
115. PENEBANG KAYU: Oh, tidak. Jika demikian, aku harus segera menyelamatkan mereka. (IA BERLATI-LARI-MENGHILANG)
116. PENDETA :Berapa sepinya manusia ini. Pembunuhan terjadi di mana-mana. Dan tak usah kita bertanya-tanya lagi, siapakah pembunuhnya? Orang begitu gampang membunuh. Dan begitu gampang pula membuat alasan-alasan bagi pembunuhan itu.

(PELAN-PELAN PENDETA BERJALAN PERGI. DAN PELAN-PELAN LAYAR TURUN)


Ket:
mementaskan naskah ini seizin penulis atau Johan A. Nasution (penejemah)


Diketik ulang oleh Kelompok Peron Surakarta
2 Desember 2007